Bang Zul dan Gaya Kepemimpinannya (1)

Kategori Berita

.

Bang Zul dan Gaya Kepemimpinannya (1)

Koran lensa pos
Rabu, 26 April 2023

 

Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, SE., M. Sc


koranlensapos.com - Setiap orang adalah pemimpin, meski dalam tingkatan dan keadaan yang berbeda-beda. Ada yang memimpin sebuah negara, daerah atau desa. Ada juga yang menjadi pemimpin perusahaan. Memimpin organisasi, institusi atau lembaga tertentu. Setidaknya menjadi pemimpin dalam rumah tangga. Bahkan pemimpin bagi dirinya sendiri.

Setiap orang juga memiliki cara atau gaya yang berbeda dalam kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari pengalaman serta pengetahuan yang dimiliki.

Pada tulisan kali ini, redaksi koranlensapos.com ingin mengangkat tentang gaya kepemimpinan Gubernur Nusa Tenggara Barat yang ke - 8, Dr. H. Zulkieflimansyah, SE., M. Sc.

Tulisan tentang Gubernur Zul ini secara keseluruhan dikutip dari buku berjudul "Seni Berpikir dan Bekerja ala Bang Zul : Mendayung Menenangkan Badai". Buku cetakan tahun 2021 itu merupakan hasil karya H. Ahsanul Khalik (saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB). 

Bang Zul dilantik bersama Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M. Pd sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB pada 19 September 2018 di Balairung Istana Negara oleh Presiden Joko Widodo untuk masa jabatan 2018 - 2023. Dengan demikian sekitar 5 (lima) bulan lagi pasangan Zul - Rohmi yang terkenal dengan Program NTB GEMILANG ini akan berakhir.

Terlepas dari persoalan akan berakhirnya masa jabatan Bang Zul atau rencana ingin tampil kembali sebagai Calon Gubernur NTB untuk periode 5 (lima) tahun mendatang. Namun gaya kepemimpinan Bang Zul selama menakhodai NTB patut untuk ditiru oleh pemimpin dalam skala mana pun. Meski harus diakui pula, sebagai seorang insan, Bang Zul pun tetap memiliki kekurangan dan keterbatasan.

Bagaimanakah gaya kepemimpinan Bang Zul? 

Ahsanul Khalik dalam buku tersebut di atas mengupas secara  lugas serta renyah dibaca tentang gaya kepemimpinan sang gubernur yang berpenampilan santai ini.

Namun sebelum membahas tentang gaya kepemimpinan Bang Zul, redaksi ingin mengulas tentang biografi serta jejak karirnya sampai menduduki kursi DPR-RI Dapil Banten selama 3 (tiga) periode sejak usianya masih 32 tahun hingga berhasil merengkuh suara kemenangan sebagai Gubernur NTB periode 2018 - 2023.


Zul, Anak Muda dengan Prestasi Gemilang serta Jejak Karirnya

Zulkieflimansyah, nama yang disematkan oleh orangtuanya untuk pria kelahiran Sumbawa Besar pada tanggal 18 Mei 1972 ini. 'Mansyah' pada nama akhirnya adalah kombinasi dua nama kakeknya: Man' dari Mancawari, Syah dari Syahrudin. “Boleh jadi saya satu-satunya yang memiliki nama Zulkieflimansyah di dunia,” akunya suatu hari.

Deretan prestasi telah diukirnya sejak kanak-kanak. Berbagai perlombaan dan prestasi dijuarainya di Sumbawa Besar. Puncaknya, ia terpilih mewakili Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada kompetisi pertukaran pelajar antara Indonesia-Australia selama setahun pada tahun 1989. Di Negeri Kanguru ini, Bang Zul bersekolah di Darwin High School dan di Sadadeen Secondary College di Alice Springs. 

Pengalaman tinggal bersama keluarga Australia yang melakoni bisnis Outback Freight Business Service memungkinkan dirinya mengenal Australia sampai ke pedalaman dan berinteraksi dengan suku Aborigin, suku asli Australia yang dulu disebut oleh orang Romawi Kuno dengan terra australis incognita yang artinya “negeri di selatan yang tidak diketahui".

Rimba Jakarta mulai ia masuki selepas menuntaskan pendidikan tingkat atasnya. Jakarta adalah pilihannya. Ia hadir di Jakarta tanpa sanak keluarga. Sendirian mengarungi kawah candradimuka ibukota yang anekdotnya, “Ibukota lebih kejam dari ibu tiri.” Ia meyakinkan dirinya bahwa anak Tana Intan Buleang ini dapat menjadi matahari di tengah bintang-gemintang. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia adalah pilihannya. Kampus yang melahirkan ekonom dan arsitektur handal negeri ini. Begawan-begawan hebat telah lahir dari tempaan intelektual Universitas Indonesia. 

Pengalamannya di Australia, sebagai salah satu siswa pertukaran pelajar sebelumnya, memberi self confident bahwa ia dapat melewati ujian awal sebagai mahasiswa di Jakarta. Perpustakaan kampus adalah indekostnya. Lembar demi lembaran buku dilumatnya untuk memenuhi rongganya yang haus pengetahuan. 

Masjid adalah rumahnya di kala kepenatan pikiran hati beradu dalam keraguan. Orangtuanya di setiap perhelatan perjalanan intelektualnya tak pernah sepi menitipkan ingatan akan Allah dan masjid. Surat-menyurat yang menjadi alat pertautan kerinduan hidup yang terpisahkan antara anak dengan orangtua selalu menyiratkan azimat. Tak pelak, Zul anak tanggung dari rantau ini tak hanya sebagai mahasiswa an sich yang sibuk dengan kuliah serta tugas kampusnya. Tapi juga memenuhi cawan spiritualnya dengan menghadiri halaqah-halaqah intelektual di barisan shaff-shaff masjid dan musholla sekitar Universitas Indonesia. 

Masjid dan musholla pada zamannya adalah rumah organik. Pikiran-pikiran kritis dan berani lahir dari ruang senyap heningnya desir angin malam. Kesunyian melahirkan kehalusan berpikir dan bertindak di tengah tertindasnya wajah demokrasi dan kebebasan pada masa Orde Baru. 

Kampus, lembaga ekstra kampus, dan masjid serta berbagai kelompok kajian dan diskusi yang diikutinya telah membentuknya sebagai pribadi yang unggul dan matang. Prestasi moncreng diukirnya dari berbagai lomba yang diikutinya. Sebut saja misalnya, pada tahun 1994 didaulat sebagai Mahasiswa Berprestasi Universitas Indonesia di Bidang Penalaran serta menjuarai lomba menulis mahasiswa di Bidang Ekonomi Tingkat Nasional. Bang Zul juga dinobatkan sebagai pemenang lomba menulis mahasiswa dalam bahasa Inggris yang diselenggarakan oleh Japan Airlines (JAL). Prestasi ini mengantarkannya memperoleh kesempatan untuk meneguk pengetahuan di Negeri Matahari Terbit, tepatnya di Sophia University, Tokyo, tentang Comparative Asian Industrial System: salah satu lembaga pendidikan tinggi terbaik di Jepang yang memiliki reputasi internasional serta terdepan dalam kajian dan penelitian tentang social sciences, humanities, dan natural sciences. 

Berbagai prestasi akademik yang ditorehkan oleh Bang Zul tak pelak mendorong elemen-elemen kemahasiswaan mengelusnya untuk maju dalam perhelatan pemilihan Ketua Senat kampus. Ia akhirnya terpilih sebagai Ketua Senat Mahasiswa Universitas Indonesia (1994-1995) yang kini menjelma sebagai Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI). 

Anak Tau Samawa ini tak hanya datang sebagai penggembira di kampus, melainkan berhasil menaklukan Universitas Indonesia dengan deretan prestasi yang mengagumkan. Puncaknya adalah gelar Sarjana Ekonomi diraihnya pada tahun 1995. 

Selepas lulus dari UI, Bang Zul melanjutkan pendidikan ke Inggris hingga pada 1997 dia sukses meraih gelar Master Bidang Pemasaran dan Bisnis Internasional, Department of Marketing University of Strathclyde Glasgow Inggris. 

Kemudian pada 1998, dia kembali meraih gelar Master Bidang Industrialisasi, Department of Economics University of Strathelyde Glasgow Inggris. Memiliki gelar master di dua bidang, Bang Zul menuntaskan pendidikannya dengan meraih gelar Doktor Ekonomi Industri, Department of Economies University of Strathclyde Inggris. 

Selepas meraih dua gelar master serta doktor, hasrat Bang Zul untuk berkelana menziarahi sumber pengetahuan tak pernah padam. Kalam Tuhan, /iqra' dan beragam ayat suci yang semakna, hadis Nabi, serta petualangan hebat para pencari ilmu tempo dulu yang serba sulit dan serba terbatas menambah kegairahan intelektualnya untuk menjejakkan kaki demi mengais pengetahuan. Iqra' (Bacalah...!) ayat suci yang pertama kali diturunkan, Uthlubul “Ima walaw bisshhin (Tuntutlah ilmu sampai ke Negeri Cina), Uthlubul “ilma minal Mahdi ilal-lahdi (Tuntutlah ilmu sejak dari kandungan sampai liang lahat) mempribadi dalam perjalanan intelektual Bang Zul. Buktinya berbagai program non gelar (non degree) ditempuhnya. 

Sumber-sumber pengetahuan terbaik ia datangi laiknya apa yang dikatakan oleh Imam Malik (711 M-795 M), salah satu pendiri mazhab fiqh: Al-'ilmu yu'ta, la ya'tiy”  (Ilmu pengetahuan harus didatangi, bukan mendatangi). “Pendidikan itu penting sekali. Hanya tekad dan keinginan kuatlah yang buat sesuatu menjadi nyata,” aku suami dari Niken Saptarini Widyawati, M.Sc ini. 


Buku adalah karibnya. Menurutnya, buku mungkin lusuh, tua, dan lecet tapi melalui buku memungkinkan kita berselancar dan berziarah dalam waktu untuk bertemu siapa saja yang kita inginkan. Dengan buku, kita bisa bertemu dengan pelawak yang menggelitik jiwa. Dengan buku, kita bisa bercerita tentang akhirat dan mengunjungi masa depan. Dengan buku, kita bisa bertemu dengan jagoan-jagoan besar yang menaklukkan dunia. Dengan buku, kita bisa berziarah dengan psikolog, dengan dokter, dengan siapa saja yang memungkinkan kita kembali dari perpustakaan itu dengan visi baru yang menyegarkan. 

Ungkapan Bang Zul di atas, sepadan dengan apa yang dikatakan oleh al-Mutanabbiy (915 M-965 M), penyair Arab dari Kufah, Irak yang paling terkemuka pada masanya, “Khayru jaliysin fiz-zaman, kitabun" bahwa sebaik-baik teman duduk sepanjang masa adalah buku. Al-Jahizh (776 M-863 M), seorang cendekiawan Arab kelahiran Bashrah, Irak, pernah berkata, "Buku adalah teman duduk yang tidak akan memujimu dengan berlebihan, sahabat yang tidak akan menipumu, dan teman yang tidak akan membuatmu bosan. Dia adalah teman yang sangat baik dan tidak akan pernah mengusirmu. Dia adalah tetangga yang tidak akan pernah menyakitimu. Dia adalah teman yang tidak akan memaksamu mengeluarkan apa yang kamu miliki. Dia tidak akan memperlakukanmu dengan tipu daya, tidak akan menipu dengan kemunafikan, dan tidak akan membuat kebohongan.” 

Kegairahannya akan ilmu pengetahuan inilah yang mendorong Bang Zul mengikuti berbagai program pendidikan post doctoral. Paling tidak, ia pernah mengenyam pendidikan di Harvard Business School, Harvard University, USA, juga pernah tercatat sebagai Senior Research Fellow di Kennedy School of Government, Harvard University, USA. Tak cukup sampai di situ, Institute for International Education, USA pun pernah disambanginya. Bang Zul juga pernah tertulis sebagai mahasiswa Post Doctoral di Institute of New Technology, United Nation University (INTECH/UNU), Maastricht, The Netherlands, namanya juga pernah tertulis sebagai mahasiswa non degree pada Policy on Science, Research and Technology, University of Manchester, United Kingdom, pun University of Dundee, Scotland, United Kingdom pernah disambanginya. 

“Belajar adalah kebutuhan untuk senantiasa meningkatan kapasitas,” demikian alasan ayah dari lima orang putra-putri di balik ziarah intelektualnya yang panjang. 

Kegemarannya berorganisasi pun tak hilang meski dia berada di negara orang. Saat melanjutkan pendidikan program purna sarjana di Inggris, Bang Zul memimpin beberapa organisasi kemahasiswaan, di antaranya menjadi Ketua Persatuan Pelajar Indonesia, menjadi President Strathelyde Moslem Student Association, dan menjadi Ketua Mahasiswa Muslim Indonesia di Britania. Baginya, ruang kelas belum cukup menampung energinya. Fakta bahwa lautan ilmu pengetahuan tidak hanya didapatkan dalam sekat tembok kelas ia yakini. Lagipula kegembiraan berorganisasi tak pernah menodai prestasi belajarnya. Ia sadari betul hajat utamanya di negeri seberang: kuliah. Nyatanya, Bang Zul meraih gelar doktor pada usia yang masih sangat muda: 29 tahun. “Taqdiymul al-ahamm minal muhimm” (Mendahulukan yang lebih penting ketimbang yang penting)," itu rahasianya, diakunya suatu waktu. 

Seusai meraih gelar doktor dari Department of Economics University of Strathclyde Inggris, Universitas Indonesia, yang merupakan almamaternya, memanggilkan kembali untuk mengabdi di kampus yang terkenal sebagai 'Kampus Perjuangan'. Di sini, Bang Zul menjadi Staf Pengajar Fakultas Ekonomi untuk program S1, S2 dan S3: Pimpinan Program Extension FEUI (2002-2004), Direktur Riset Pascasarjana FEUI (2002-2004): Direktur Institute for National Competitiveness, Pascasarjana Manajemen FKUI (2002-2003) Direktur National Leadership Centre (2001-2185): Direktur Laboratorium Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan FEUI (2002-2003). Tidak hanya di kampus yang bermotto Veritas, Probita, Iustisia (Kebenaran, Kejujuran, Keadilan) ia melakoni sebagai dosen. Pun juga berbagi ilmu di Swiss German University (2002-2008), Pascasarjana Teknik Industri, Universitas Trisakti (20022008): Sekolah Komando Angkatan laut (SESKOAL, 20012004), Syariah Economic and Banking Institute (20012004), bahkan berkat pengetahuannya yang mendalam tentang ekonomi-industri, Harvard University pernah mengundangnya sebagai visiting professor. 

Praktis kesibukannya sekembalinya dari rihlah ilmiah adalah sebagai akademisi, cum sebagai peneliti. Kepakarannya di bidang penelitian tak diragukan. Bang Zul berhasil memenangkan berbagai Grant Penelitian di tingkat nasional, menulis di jurnal ilmiah di dalam dan luar negeri serta merepresentasikan Indonesia di penelitian-penelitian Internasional, menulis opini di koran nasional adalah hal biasa yang dilakukannya. Tak mengherankan jika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menobatkannya sebagai Peneliti Muda Terbaik Indonesia dalam bidang Ekonomi dan Management tahun 2003. 

Sebagai akademisi dan peneliti tak diragukan otoritasnya sebagai ekonom handal. Tapi Bang Zul merasa bahwa 'baju' ini belum cukup untuk membawa perubahan. Teori demi teori yang disampaikan dalam ruang perkuliahan dan pelbagai penelitian yang dilakukannya sendiri atau hasil riset akademisi lain hanya bergema dalam ruang sempit. Sesak. Bahkan boleh jadi mati di tempat karena tembok (kebijakan) politik yang sumir. Karenanya, jalan aktivisme politik diliriknya. 

Tahun 2004 adalah titik awal rihlahnya sebagai politisi. Partai Keadilan Sejahtera, dulu bernama Partai Keadilan, menjadi pilihannya. Partai dakwah yang terpisah dari masa lalu yang diisi oleh para politisi muda yang membawa kebaruan berpolitik dan kesegaran pikiran. Langkah politiknya telah bermula. Tahun 2004, ia maju sebagai calon anggota legislatif. Bukan Dapil NTB yang ia wakili, melainkan Dapil Banten yang ia pilih. Tak mudah beradu dengan jawara di sini. Tak ayal, Dapil Banten dikenal sebagai Dapil neraka karena para pesohor dengan nama besar ikut bertarung meraih pikiran dan hati masyarakat Banten. Tak semua melaju ke Senayan, Bang Zul adalah salah satu yang diinginkan oleh masyarakat. Tak tanggung-tanggung, tiga periode lamanya ia bertahta di Senayan sejak usianya baru 32 tahun. (Bersambung)