Bang Zul dan Gaya Kepemimpinannya (2)

Kategori Berita

.

Bang Zul dan Gaya Kepemimpinannya (2)

Koran lensa pos
Kamis, 27 April 2023

 

Bang Zul bersama Umi Rohmi 


Balik Kampung Menjemput Takdir 

Kursi panas sebagai anggota DPR diraih Bang Zul pada usia 32 tahun. Berbagai posisi dan jabatan didudukinya selama 3 periode menjadi anggota parlemen. Selain pernah menjabat sebagai sekretaris Fraksi PKS MPR, sejak 2009 Bang Zul diamanahi untuk berkecimpung di Komisi VII yang berkutat dengan persoalan sumber daya energi dan mineral, riset dan teknologi dan lingkungan hidup. Setelah kurang lebih dua tahun di Komisi VII, terhitung sejak Bulan November 2011 Bang Zul diamanatkan Fraksi PKS untuk pindah ke komisi XI sebagai Wakil Ketua yang membidangi Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan, Lembaga Keuangan bukan Bank. Praktis Bang Zul pernah menempati hot chair sebagai anggota DPR Fraksi PKS sejak O1 Oktober 2004 hingga 26 Februari 2018. 

Panggung kontestasi Pilkada Gubernur NTB bukanlah jalan politik adu ide adu gagasan yang pertama kali ditempuh Bang Zul. Jauh sebelumnya, tepatnya tahun 2006, ia pernah mencoba peruntungan politik di Banten. Nyaris saja Bang Zul menenggelamkan Dinasti Politik Ratu Atut Chosiyah yang begitu menggurita. Berpasangan dengan politisi PDIP, Marissa Haque, Bang Zul kalah tipis dari Ratu Atut yang belakangan kesandung kasus korupsi. Ini menandakan bahwa Bang Zul bukan jago kandang. Negeri para jawara pun nyaris ia tundukkan jika saja tidak terjadi praktik politik patgulipat. 


Sekalipun selama tiga periode menjadi anggota DPR Dapil Banten, bukan berarti NTB luput dari perhatiannya. NTB adalah jantung jiwanya. Tanah leluhurnya. Negeri tempat ia dilahirkan. Jiwanya di sini. Ia titipkan harapan, pikiran dan mimpinya tentang NTB, khususnya pada TGB yang merupakan karibnya sejak dulu, sekaligus “seniornya' dalam organisasi Nahdlatul Wathan. 

Pikirannya, tindakannya, serta mimpi besarnya tentang NTB ia hadirkan dalam bentuk rumah peradaban yang bernama Universitas Teknologi Sumbawa yang berdiri megah di bukit Olat Maras, Dusun Batu Alang, Desa Leseng, Kecamatan Moyo Hulu. Olat Maras yang semula adalah hutan rimba belantara ia gubah menjadi centre of knowledge and technology yang dihajatkan untuk melahirkan agent of changing. Mahasiswanya tidak hanya berasal dari NTB semata, tapi juga berasal dari Sumatera, Jawa, Halmahera, Sulawesi, bahkan Kalimantan. “Resources kita sangat kaya. Tapi kita minim human capital untuk mengelola karunia Tuhan ini. Karenanya, kapasitas orang-orang NTB harus kita upgrade agar rumah kita ini dikelola demi kemaslahatan orang NTB,” katanya dalam suatu kesempatan. Tenaga - tenaga intelektual terbaik ia rekrut untuk membenahi wajah NTB. 

Ini artinya, kehadiran Bang Zul dalam perhelatan kontestasi Pilkada Gubernur NTB tahun 2018 bukan ujug-ujug mencalonkan diri tanpa investasi sosial. Ia telah berbuat, jauh sebelum maju sebagai gubernur yang kemudian terpilih. Tanpa menjadi “apapun' di NTB, Bang Zul tetap akan berbuat yang terbaik demi NTB. UTS adalah prasasti karyanya yang tercatat sebagai pilar peradaban di NTB. 


Tak hanya UTS yang ia bangun. Bang Zul juga mendirikan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (IISBUD), Akademi Komunitas Alat Berat Olat Maras, Taman Kanak - kanak Islam Terpadu (TKIT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), dan Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Samawa Cendekia: Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Al-Kahfi, dan merupakan pendiri Science and Techno Park di Sumbawa. Untuk Pulau Lombok, tangannya ikut mengupayakan Balai Latihan Kerja Internasional Lombok Timur, kakinya pula mengupayakan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ada di Lombok Tengah, pun menghadirkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar membantu dan membimbing NTB agar baik dan sehat dalam mengelola keuangan daerahnya. Dan ada banyak lagi hal-hal lain yang kontribusinya untuk NTB tak dapat ditepikan begitu saja. Artinya, Bang Zul bukanlah tokoh ahistoris yang ujug-ujug datang, maju, tanpa kontribusi buat NTB tercinta ini. Bukti kecintaannya yang mendalam atas tanah leluhurnya. Boleh jadi benar apa yang dikatakan oleh Jalaluddin Rumi (1207-1278): “Karena cinta, duri menjadi mawar. Karena cinta, cuka menjelma menjadi anggur”. 

Tapi baginya itu tak cukup. Tenaga dan pikirannya masih lapang untuk membuktikan bahwa NTB adalah hidupnya. Ruang pengabdian yang lebih luas. Melihat NTB Gemilang melalui imaji dan nalar yang sudah tertempa dalam hidupnya sebagai akademisi, peneliti, cum politisi demi kemartabatan NTB yang kadung terpinggirkan dalam etalase pembangunan. 

Semua ia sudah miliki kalau sekiranya pilihannya adalah hidup enak. Tapi nalurinya bergetar menatap NTB dari jauh. Terpikirkan olehnya untuk terlibat. Tak ada pilihan selain menjemput takdir. Sejenak ia ragu. Namun dorongan berbagai elemen masyarakat yang menitipkan harapan meluluhkan hatinya untuk merebut suara rakyat. 

Jalan kepemimpinan itu -terjawab. Dr. H. Zulkieflimansyah, S.E., M.Sc., mendapatkan mandat dari Partai Demokrat serta Partai Keadilan Sejahtera. Akumulasi kursi dua partai ini sudah cukup mewadahi duo doktor, Zul-Rohmi, melaju sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTB.

Dengan visi besar NTB Gemilang, pasangan persekutuan Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok ini tampil merebut hati rakyat. Tapi perjalanan ini tak mudah. Di seberang sana, teman tandingnya juga tidak enteng. Politisi kawakan, bupati/walikota dua periode di masing-masing daerahnya, tokoh-tokoh hebat yang pilihan hidupnya adalah melayani umat. 


Hari berganti hari, silih berganti pasangan Zul-Rohmi menghampiri umat. Menyapa mereka, memperkenalkan diri, mendengar harapan mereka, suara-suara mereka yang boleh jadi hanya terseok-seok tak tersampaikan. Dari Ampenan sampai Ujung Sape menjadi saksi bisu perjalanan politiknya di NTB. 


Tetirah ini sampai pada ujung pengharapan. Pasangan Zul-Rohmi berhasil merebut pikiran dan hati masyarakat pasca ditetapkannya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB terpilih dengan raihan suara 811.945 atau 31,80 persen. Tak ada euforia pesta berlebihan. Semua kompetitor tanding legawa menerima kenyataan kehendak rakyat. Bang Zul tak jumawa. Para senior hebat lawan tandingnya didatangi, disambangi untuk mewujudkan bersama mimpi untuk NTB. Praktik politik yang melegakan. Semua masyarakat merayakan keterpilihan ini dengan satu pengharapan bahwa NTB di tangan duet Zul-Rohmi mampu menghadirkan wajah NTB tak lagi punggung bagi Indonesia, melainkan wajah depan Indonesia itu sendiri dengan segala kekayaan yang dimilikinya. 

Diakui oleh Bang Zul, mulusnya perpindahan tongkat estafet kepemimpinan dari sahabatnya, TGB, menjadi sinyal baik mulus dan lancarnya segenap sinergi untuk meneruskan pembangunan di NTB. Pembangunan yang berlandaskan setiap potensi dan keunggulan yang ada di Lombok dan Sumbawa, serta visi misi dan programnya untuk menjadikan perekonomian NTB lebih maju, menjadi pusat pengembangan sains, teknologi dan industri yang unggul dari hulu sampai hilir. Sehingga ke depannya, mampu mengantarkan warga NTB menuju masyarakat madani yang religius, mapan, kompak bersatu serta sejahtera secara adil dan merata. 


Harapan ini wajar mengingat pengalaman panjang keduanya juga hebat. Bang Zul, ekonom, yang telah berkelana menggarami lautan pengetahuan di berbagai belahan bumi, baik sebagai peneliti, akademisi, dan politisi serta Ummi Rohmi yang akademisi juga pucuk pimpinan Muslimat NW. Tak ayal harapan tinggi bergelayut di pundak mereka. 

Perjalanan itupun dimulai. Tepat tanggal 19 September 2018 keduanya dilantik secara resmi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB di Istana Negara oleh Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo. Bukannya pesta dan gelaran karpet merah sebagai tanda kesyukuran, tapi wajah muram-merana memercik di wajah masyarakat NTB kala itu. Bang Zul mengawali hari beratnya sebagai Gubernur dalam kenyataan NTB yang hancur-lebur karena gempa bumi yang bertubi-tubi sejak akhir bulan Juli 2018. Puluhan ribu rumah hancur, ratusan ribu masyarakat hidup dalam tenda-tenda, ribuan orang terluka, ratusan orang meninggal, fasilitas dan layanan publik hancur, perekonomian lumpuh, dan lain sebagainya yang mengisahkan tentang kejatuhan seketika NTB kala itu. Persoalan besar inilah yang menyambut hari penabalan resminya sebagai Gubernur. (Bersambung)