Ketua TP PKK Kab. Dompu Lilis Suryani Kader Jaelani dan Ketua GOW Hj. Faridah Syahrul Parsan menyatakan Stop Narkoba, Stop Pernikahan Dini dan Stop Seks Bebas
Dompu, koranlensapost.com - Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Dompu, Lilis Suryani Kader Jaelani menegaskan kepada seluruh masyarakat Dompu agar menghindari 3 (tiga) hal, yaitu menyalahgunakan narkoba, melakukan pernikahan di usia dini dan melakukan seks di luar nikah (seks bebas).
Penegasan itu disampaikan Umi Lilis, sapaannya pada acara Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) beberapa hari lalu di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Dompu.
"Mari kita stop narkoba, stop pernikahan dini dan stop seks bebas," tegasnya.
Dikatakannya ketiga hal itu sangat berbahaya berisiko dipandang dari berbagai sisi mana pun. Karena itu harus dihindari.
Duta Genre Kabupaten Dompu, Muhammad Aditia menjelaskan tentang narkoba atau yang biasa disebut Napza serta dampaknya bagi penyalah guna barang haram tersebut.
Napza adalah akronim Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya.
Istilah lain yang sering digunakan adalah Narkoba dan zat psikoaktif.
Definisi narkotika menurut Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Sedangkan yang dimaksud psikotropika menurut Undang-Undang No. 5
tahun 1997 adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berakibat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas
mental dan perilaku.
Napza berpengaruh buruk pada manusia seperti gangguan daya ingat
(mudah lupa). gangguan perasaan dan kemampuan otak untuk menerima,
memilah dan mengolah informasi, (tidak dapat bertindak rasional),
gangguan persepsi (menimbulkan ilusi dan halusinasi), gangguan motivasi
malas belajar dan bekerja dengan akibat prestasi sekolah menurun,
berubahnya nilai-nilai yang dianut semula) gangguan kendali diri (tidak
mampu membedakan mana yang baik dan tidak).
Keadaan di atas dapat terjadi karena adanya gejala : Intoksikasi (keracunan), pasien menunjukkan tingkah laku menyimpang (mal adaptif) yang terjadi segera sesudah menggunakan Napza. Umumnya dengan pemeriksaan urinalis (air seni) dapat menunjukkan hasil positif, artinya
terbukti bahwa Napza terdapat di dalam tubuh pasien.
Menurut UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, narkotika dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu: Narkotika, merupakan suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman maupun bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, menurangi dan menghilangkan rasa nyeri serta dapat menimbulkan ketergantungan secara fisik maupun psikologik.
Psikotropika, setiap bahan baik alami ataupun buatan bukan Narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif mempunyai pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Narkotika terbagi menjadi tiga golongan:
Narkotika golongan I adalah narkotika yang dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: heroin, kokain, ganja.
Narkotika golongan lI adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan,
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
morfin, petidin, turunan garam dalam golongan tertentu.
Narkotika golongan llI adalah narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan
yang banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menyebabkan
ketergantungan. Misalkan: kodein, garam-garam narkotika dalam
golongan tertentu.
Psikotropika terbagi menjadi empat golongan:
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi yang amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Yang termasuk golongan ini yaitu: MDMA, ekstasi, LSD,
ST.
Psikotropika golongan Il adalah psikotropika yang berkhasiat untuk
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan
ilmu penge tahuan serta mempunyai potensi kuat menimbulkan
ketergantungan. Contoh: amfetamin, fensiklidin, sekobarbital, metakualon,
metilfenidat (Ritalin).
Psikotropika golongan lll adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang menyebabkan
ketergantungan. Contoh : fenobarbital dan flunitrasepam.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang mempunyai
khasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan
atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: diazepam, klobazam,
bromazepam, klonazepam, khlordiaze poxiase, nitrazepam.
Dasar Hukum Pelarangan
Penyalahgunaan Narkotika yaitu
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana
Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati.
Pernikahan Dini
Menurut WHO, pernikahan dini (early married) adalah pernikahan
yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan masih
dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia di bawah usia 19
tahun. Menurut United Nations Children's Fund (UNICEF)
menyatakan bahwa pernikahan usia dini adalah pernikahan yang
dilaksanakan secara resmi atau tidak resmi yang dilakukan sebelum
usia 18 tahun. Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat1
menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
tahun. Apabila masih di bawah umur tersebut, maka dinamakan
pernikahan dini.
Pengertian secara umum, pernikahan dini yaitu merupakan institusi
agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam
satu ikatan keluarga. Remaja itu sendiri adalah anak yang ada pada
masa peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, dimana anak-anak
mengalami perubahan-perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan
lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap, dan cara berfikir serta
bertindak, namun bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Dalam Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, juga termasuk anak yang masih dalam kandungan, apabila melangsungkan pernikahan tegas dikatakan adalah
pernikahan dibawah umur. Sedangkan pernikahan dini menurut
BKKBN adalah pernikahan yang berlangsung pada umur di bawah
usia reproduktif yaitu kurang dari 20 tahun pada wanita dan kurang
dari 25 tahun pada pria. Pernikahan di usia dini rentan terhadap
masalah kesehatan reproduksi seperti meningkatkan angka kesakitan
dan kematian pada saat persalinan dan nifas, melahirkan bayi prematur
dan berat bayi lahir rendah serta mudah mengalami stress. 2
Menurut Kementerian Kesehatan RI, pernikahan adalah akad atau
janji nikah yang diucapkan atas nama Tuhan Yang Maha Esa yang
merupakan awal dari kesepakatan bagi calon pengantin untuk saling
memberi ketenangan (sakinah) dengan mengembangkan hubungan atas
dasar saling cinta dan kasih (mawaddah wa rahmah). Pernikahan
adalah awal terbentuknya sebuah keluarga.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pernikahan Dini
Menurut Noorkasiani, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
pernikahan usia muda di Indonesia adalah:
a. Faktor individu
1) Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang.
Makin cepat perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula
berlangsungnya pernikahan sehingga mendorong terjadinya
pernikahan pada usia muda.
2) Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat pendidikan, maki mendorong berlangsungnya pernikahan usia muda.
3) Sikap dan hubungan dengan orang tua. Pernikahan usia muda dapat berlangsung karena adanya sikap patuh dan atau menentang yang dilakukan remaja terhadap perintah orang tua.
Hubungan dengan orang tua menentukan terjadinya pernikahan
usia muda. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan pernikahan remaja karena ingin melepaskan diri dari pengaruh lingkungan orang tua.
4) Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi, termasuk kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan pernikahan yang berlangsung dalam usia sangat muda,
diantaranya disebabkan karena remaja menginginkan status ekonomi yang lebih tinggi.
b. Faktor Keluarga
Peran orang tua dalam menentukan pernikahan anak-anak
mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1) Sosial ekonomi keluarga
Akibat beban ekonomi yang dialami, orang tua mempunyai keinginan untuk mengawinkan anak gadisnya. Pernikahan tersebut akan memperoleh dua keuntungan, yaitu tanggung
jawab terhadap anak gadisnya menjadi tanggung jawab suami atau keluarga suami dan adanya tambahan tenaga kerja di keluarga, yaitu menantu yang dengan sukarela membantu
keluarga istrinya.
2) Tingkat pendidikan keluarga
Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering ditemukan pernikahan di usia muda. Peran tingkat pendidikan berhubungan erat dengan pemahaman keluarga tentang
kehidupan berkeluarga.
3) Kepercayaan dan atau adat istiadat yang berlaku dalam keluarga.
Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga menentukan terjadinya pernikahan diusia muda. Sering ditemukan orang tua mengawinkan anak mereka dalam usia yang sangat muda karena keinginan untuk meningkatkan status
sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga, dan atau
untuk menjaga garis keturunan keluarga
4) Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi masalah remaja.
Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi. atau mengatasi masalah remaja, (misal: anak gadisnya
melakukan perbuatan zina), anak gadis tersebut dinikahkan sebagai jalan keluarnya. Tindakan ini dilakukan untuk
menghadapi rasa malu atau rasa bersalah.
Macam-macam peran orang tua dalam BKKBN dijelaskan bahwa
peran orang tua terdiri dari:
1) Peran sebagai pendidik
Orang tua perlu menanamkan kepada anak-anak arti penting dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari sekolah. Selain itu nilai-nilai agama dan moral, terutama
nilai kejujuran perlu ditanamkan kepada anaknya sejak dini sebagai bekal dan benteng untuk menghadapi perubahan-
perubahan yang terjadi.
2) Peran sebagai pendorong
Sebagai anak yang sedang menghadapi masa peralihan, anak membutuhkan dorongan orang tua untuk menumbuhkan keberanian dan rasa percaya diri dalam menghadapi masalah.
3) Peran sebagai panutan
Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan bagi anak, baik dalam berkata jujur maupun ataupun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat.
4) Peran sebagai teman
Menghadapi anak yang sedang menghadapi masa peralihan.
Orang tua perlu lebih sabar dan mengerti tentang perubahan
anak. Orang tua dapat menjadi informasi, teman bicara atau
teman bertukar pikiran tentang kesulitan atau masalah anak,
sehingga anak merasa nyaman dan terlindungi.
5) Peran sebagai pengawas
Kewajiban orang tua adalah melihat dan mengawasi sikap dan
perilaku anak agar tidak keluar jauh dari jati dirinya, terutama
dari pengaruh lingkungan baik dari lungkungan keluarga,
sekolah, maupun lingkungan masyarakat.
6) Peran sebagai konselor
Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan nilai
positif dan negatif sehingga anak mampu mengambil keputusan
yang terbaik.
C. Faktor masyarakat lingkungan
1) Adat istiadat
Terdapat anggapan di berbagai daerah di Indonesia bahwa
anak gadis yang telah dewasa, tetapi belum berkeluarga, akan
dipandang "aib" bagi keluarganya. Upaya orang tua untuk
mengatasi hal tersebut ialah menikahkan anak gadis yang
dimilikinya secepat mungkin sehingga mendorong terjadinya
pernikahan usia muda.
2) Pandangan dan kepercayaan
Pandangan dan kepercayaan yang salah pada masyarakat dapat pula mendorong terjadinya pernikahan di usia muda.
Contoh pandangan yang salah dan dipercayai oleh masyarakat,
yaitu anggapan bahwa kedewasaan seseorang dinilai dari status
pernikahan, status janda lebih baik daripada perawan tua dan
kejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan
pernikahan. Interpretasi yang salah terhadap ajaran agama juga
dapat menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda, misalnya
sebagian besar masyarakat juga pemuka agama menganggap
bahwa akil baliq ialah ketika seorang anak mendapatkan haid
pertama, berarti anak wanita tersebut dapat dinikahkan, padahal
akil baliq sesungguhnya terjadi setelah seorang anak wanita
melampaui masa remaja.
3) Penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan
Sering ditemukan pernikahan usia muda karena beberapa
pemuka masyarakat tertentu menyalahgunakan wewenang atau
kekuasaan yang dimilikinya, yaitu dengan mempergunakan
kedudukannya untuk kawin lagi dan lebih memilih menikahi
wanita yang masih muda, bukan dengan wanita yang telah
berusia lanjut.
4) Tingkat pendidikan masyarakat
Pernikahan usia muda dipengaruhi pula oleh tingkat tingkat pendidikan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat yang
tingkat pendidikannya amat rendah cenderung mengawinkan
anaknya dalam usia yang masih muda.
5) Tingkat ekonomi masyarakat
Masyarakat yang tingkat ekonominya kurang memuaskan,
sering memilih pernikahan sebagai jalan keluar dalam
mengatasi kesulitan ekonomi.
6) Tingkat kesehatan penduduk
Jika suatu daerah memiliki tingkat kesehatan yang belum
memuaskan dengan masih tingginya angka kematian, sering
pula ditemukan pernikahan usia muda di daerah tersebut.
7) Perubahan nilai
Akibat pengaruh modernisasi, terjadi perubahan nilai, yaitu semakin bebasnya hubungan antara pria dan wanita.
Hasto Wardoyo, Kepala BKKBN, menjelaskan, jika menikah di usia muda sangat berdampak pada kesehatan jasmani dan psikologis. Masalah yang ditimbulkan akibat nikah muda mulai dari masalah kesehatan hingga sosial.
Karena banyak menimbulkan dampak negatif, BKKBN mengimbau masyarakat agar tidak terpengaruh dengan ajakan nikah muda tersebut.
Dampak pernikahan dini
Ada beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari pernikahan dini. Dampak tersebut tidak hanya dirasakan oleh pasangan menikah, namun juga bayi yang dilahirkan. Berikut dampak buruk dari nikah muda, dirangkum dari laman BKKBN :
1. Risiko bayi lahir stunting
Ada hubungan antara usia ibu saat melahirkan dengan angka kelahiran stunting. Semakin muda usia ibu saat persalinan, akan semakin besar berpotensi melahirkan bayi yang stunting.
Ada hubungan antara usia ibu saat melahirkan dengan angka kelahiran stunting. Semakin muda usia ibu saat persalinan, akan semakin besar berpotensi melahirkan bayi yang stunting.
2. Kematian ibu dan bayi
Nikah muda meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi saat proses melahirkan. Panggul ibu yang sempit karena belum berkembang dengan baik menjadi salah satu faktor kematian pada bayi dan ibu. Kehamilan pada perempuan usia muda memiliki potensi mengalami robek mulut rahim yang bisa menyebabkan pendarahan.Kehamilan di bawah usia 20 tahun juga meningkatkan potensi preeklamsia, yaitu meningkatnya tekanan darah hingga kejang saat persalinan. Kondisi ini bisa menyebabkan kematian pada ibu.
Nikah muda meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi saat proses melahirkan. Panggul ibu yang sempit karena belum berkembang dengan baik menjadi salah satu faktor kematian pada bayi dan ibu. Kehamilan pada perempuan usia muda memiliki potensi mengalami robek mulut rahim yang bisa menyebabkan pendarahan.Kehamilan di bawah usia 20 tahun juga meningkatkan potensi preeklamsia, yaitu meningkatnya tekanan darah hingga kejang saat persalinan. Kondisi ini bisa menyebabkan kematian pada ibu.
3. Gangguan kesehatan
Kehamilan di usia dini karena nikah muda menyebabkan perempuan berisiko mengalami osteoporosis. Penyakit ini menyebabkan tubuh menjadi bungkuk, tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Kanker mulut rahim juga bisa muncul akibat pernikahan dini.
4. Pernikahan tidak harmonis
Menikah membutuhkan kesiapan psikologis yang kuat. Pada pernikahan dini, pasangan biasanya belum siap menjalani kehidupan berumahtangga. Akibatnya, angka perceraian pada pasangan menikah muda sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh pertengkaran yang terus-menerus muncul, dan pasangan nikah muda tidak tahu cara yang tepat untuk menyelesaikannya.
Menikah membutuhkan kesiapan psikologis yang kuat. Pada pernikahan dini, pasangan biasanya belum siap menjalani kehidupan berumahtangga. Akibatnya, angka perceraian pada pasangan menikah muda sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh pertengkaran yang terus-menerus muncul, dan pasangan nikah muda tidak tahu cara yang tepat untuk menyelesaikannya.
Seks Bebas
Sederhananya, pengertian seks bebas yang biasa kita kenal di masyarakat Indonesia adalah perilaku seksual yang dilakukan di luar nikah. Dalam praktiknya, hal tersebut bisa terjadi antara satu pasangan atau satu orang dengan berganti-ganti pasangan.Hal ini juga dapat dilakukan tanpa komitmen atau bahkan tanpa ikatan emosional. Termasuk ke dalamnya seks dalam pacaran (seks pranikah), cinta satu malam, prostitusi, atau bertukar pasangan dengan pasangan lain (swinging).
Seks bebas sering dikaitkan sebagai perilaku seks yang berisiko tinggi terkena infeksi menular seksual (IMS). IMS ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui aktivitas seks, baik melalui vaginal, oral, maupun anal. Berikut adalah beberapa jenis IMS yang dapat menyerang pelaku seks bebas:
Bagi manusia, seks lebih dari sekedar kebutuhan lahiriah. Hubungan seks dapat menciptakan dimensi emosional yang melibatkan kepribadian, pikiran, dan perasaan. Itulah sebabnya keintiman seksual berpotensi memiliki konsekuensi emosional yang kuat.Psikolog Thomas Lickona mengungkapkan bahaya seks bebas pada psikologis manusia, yang meliputi:
Seks bebas sering dikaitkan sebagai perilaku seks yang berisiko tinggi terkena infeksi menular seksual (IMS). IMS ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui aktivitas seks, baik melalui vaginal, oral, maupun anal. Berikut adalah beberapa jenis IMS yang dapat menyerang pelaku seks bebas:
Klamidia
Sifilis
Gonore
Infeksi jamur (Candida)
Kutil kelamin
Herpes simplex
Hepatitis B
Kutu kelamin
HIV/AIDS
Bagi manusia, seks lebih dari sekedar kebutuhan lahiriah. Hubungan seks dapat menciptakan dimensi emosional yang melibatkan kepribadian, pikiran, dan perasaan. Itulah sebabnya keintiman seksual berpotensi memiliki konsekuensi emosional yang kuat.Psikolog Thomas Lickona mengungkapkan bahaya seks bebas pada psikologis manusia, yang meliputi:
Munculnya kekhawatiran akan kehamilan dan penyakit seksual
Merasa menyesal dan bersalah
Memengaruhi perkembangan karakter
Sulit memiliki hubungan yang serius
Depresi
Kehamilan di usia muda