Situs Doro Mpana Bukti Sejarah Dompu Masa Lampau, Ini Catatan Ni Putu Eka Juliawati dari Balar Bali

Kategori Berita

.

Situs Doro Mpana Bukti Sejarah Dompu Masa Lampau, Ini Catatan Ni Putu Eka Juliawati dari Balar Bali

Koran lensa pos
Minggu, 05 Juli 2020
Proses ekskavasi Situs Doro Mpana oleh Tim Balar Bali, September 2018
Dompu, Lensa Pos NTB - Doro Mpana adalah nama sebuah gunung yang terletak di Kelurahan Kandai Satu Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat. Lokasi tersebut merupakan salah satu bukti keberadaan Dompu (Dompo) di masa lalu, di samping Situs Doro Bata dan Makam Warokali yang berlokasi tak jauh dari tempat tersebut.

Tim Ekskavasi dari Balai Arkeologi Bali yang telah melakukan penggalian di lokasi tersebut menemukan sejumlah kepingan benda yang diprediksi merupakan jejak peninggalan sejarah di masa lampau. Berikut catatan Ni Putu Eka Juliawati dari Balar Bali yang memimpin proses penelitian di Situs Doro Mpana tahun 2018.

Situs Doro Mpana terletak di sebuah bukit di antara perbukitan bergelombang berlereng sedang-terjal dan dataran alluvium di Kelurahan Kandai Satu Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu. 

Dompu merupakan sebuah kabupaten di ujung timur Pulau Sumbawa, berbatasan langsung dengan Kabupaten Bima. Dalam catatan sejarah, nama Dompu muncul dalam Kitab Negarakertagama yang berangka tahun 1365.

Dalam sumpahnya, Patih Gajah Mada mengatakan tidak akan amukti palapa sebelum ia dapat menundukkan Nusantara, yaitu Gurun, Seran, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik. Setelah itu, nama Dompu tidak terdengar lagi hingga tiga abad kemudian muncul kembali dalam Kronik Gowa bahwa Bima, Dompo, dan Sumbawa ditaklukkan oleh Karaeng Matoaya, Raja Tallo yang merangkap sebagai Perdana Menteri Kerajaan Gowa (1618-1632).

Penelitian di Situs Doro Mpana, pertama kali dilakukan pada tahun 2018 berdasarkan laporan Lurah Kandai Satu, Dedy Arsyik tentang adanya temuan fragmen gerabah, fragmen keramik, batu dimpa, fragmen benda logam dan rangka manusia. Batu dimpa yang berasal dari kata ‘batu timpa’, merupakan nama yang diberikan masyarakat saat ini untuk batu pipih bundar tidak sempurna yang ditemukan di sekitar situs. Batu dimpa diduga merupakan batu penanda kubur. 

Temuan ekskavasi Tahap pertama yaitu berupa fragmen gerabah, fragmen gerabah terkonsentrasi di atas batu dimpa, fragmen tulang rangka manusia, fragmen keramik dan serpih batu rijang. Dari penelitian tahap pertama disimpulkan bahwa di Situs Doro Mpana terjadi aktivitas penguburan di masa lalu. Temuan fragmen keramik asing membuktikan bahwa masyarakat pendukung Situs Doro Mpana telah mengadakan hubungan dengan dunia luar. Keramik Dinasti Song dari Tiongkok abad X-XIII M ditemukan di dalam kotak ekskavasi. Fragmen keramik asing lainnya berasal dari Tiongkok Dinasti Ming (XV-XVI M), dan Dinasti Qing (Abad XVII-XIX M). Selain itu ditemukan pula keramik Thailand dan Vietnam.

Penelitian Tahap kedua di Situs Doro Mpana mencoba mengungkap kronologi pemanfaatan Situs Doro Mpana dan kondisi lingkungan masa lalu serta perubahannya. Berdasarkan hasil analisis radiocarbondating C14 terhadap sampel arang menunjukkan bahwa pemanfaatan Situs Doro Mpana untuk penguburan terjadi sekitar akhir abad XIII -XIV Masehi. Masyarakat pendukung Situs Doro Mpana telah memanfaatkan sumber alam di sekitarnya yakni batu diorit (yang disebut batu dimpa oleh masyarakat sekarang) sebagai bagian dari ritual penguburan yang mereka lakukan. Sumber batu dimpa berlokasi sekitar 100 meter dari lokasi ekskavasi. Keberadaan fragmen gerabah terkonsentrasi yang berasosiasi dengan temuan rangka manusia mengarah pada pemanfaatannya sebagai bekal kubur. Namun asumsi ini masih perlu diperkuat dengan data-data tambahan, sebab hingga saat ini belum ditemukan satupun gerabah utuh.

Hasil analisis fitolit, menunjukkan bahwa lingkungan saat Situs Doro Mpana dimanfaatkan untuk penguburan berupa lingkungan dengan vegetasi yang ditumbuhi semak serta rerumputan. Kemudian kondisi lingkungan berubah menjadi lingkungan terbuka dengan variasi tumbuhan pohon berkayu dan luruh daun. Hal tersebut juga dapat dilihat pada kondisi lingkungan vegetasi Situs Dorompana saat ini yang berupa lahan terbuka dan ditanami pohon berkayu seperti jati (Tectona Grandis sp.), lontar (Arenga Pinnata), kelapa (Cocos Nucifera), duwet (Syzygium Cumini), dan kapuk/randu (Ceiba Pentandra).

Penelitian Situs Doro Mpana masih akan dilanjutkan kembali mengingat peran pentingnya dalam merekonstruksi budaya masa lalu yang pernah tumbuh di Doro Mpana sebagai bagian dari Kerajaan Dompu. Dompu telah memiliki budayanya sendiri sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha dan Islam. Banyak nilai-nilai penting yang akan dapat terungkap dan diteladani seiring berjalannya proses penelitian. (AMIN)