Ir. Muhammad Ruslan mengisahkan kenangannya dengan almarhum BJ Habibie saat menjadi Karyawan IPTN (1993-1999) |
Lensa Pos NTB - Rakyat Indonesia dilanda duka cita atas kepergian almarhum Bacharuddin Jusuf Habibie yang kembali ke haribaan Rabb-nya pada Rabu, 11 September 2019 lalu karena sakit yang dideritanya.
Almarhum BJ Habibie pernah menjabat sebagai Presiden RI ketiga selama 1 tahun 5 bulan (21 Mei 1998-20 Oktober 1999) menggantikan Presiden Soeharto yang mengundurkan diri karena saat itu jabatannya adalah sebagai Wakil Presiden. Pria berdarah Gorontalo - Solo kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan 25 Juni 1936 yang merupakan lulusan RWTH Aachen, Jerman Barat dengan gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude ini sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) RI merangkap Ketua Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT).
Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng juga pernah menduduki jabatan sebagai Direktur Utama (Dirut) Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang sebelumnya bernama Industri Pesawat Terbang Nurtanio yang selanjutnya setelah direstrukturisasi, IPTN kemudian berubah nama menjadi Dirgantara Indonesia pada 24 Agustus 2000.
Ternyata di IPTN ini, ada satu Putra Daerah Dompu yang menyatu dengan belasan ribu karyawan mengembangkan pesawat bergengsi yang terkenal dengan nama N250 Gatot Kaca (1993 - 1999).
Dia adalah Ir. Muhammad Ruslan yang biasa dipanggil Dae Olan, putra kelima mantan Bupati Dompu, HM. Yakub MT (1984-1989).
Di tempat inilah Dae Olan bertemu dengan sang Professor Jenius ini. Dae Olan mengungkapkan kisah berkesan itu terjadi tahun 1993.
"Pada saat itu saya baru Calon Karyawan itu ditrial (magang, red) selama 6 bulan baru diakui sebagai karyawan," ungkapnya.
Olan menjelaskan sistem kerja di IPTN saat itu adalah setiap tenaga ahli yang didatangkan dari luar negeri didampingi oleh Insinyur lokal. Jadi kalau tenaga ahli dari luar negeri itu berhenti (selesai kontrak), maka tenaga lokal itu yang menggantikan.
"Kebetulan saya waktu itu ditugaskan untuk mendampingi seorang Ahli asal Amerika namanya Allan Woodroof dari Boeing," tutur Olan.
Setiap Sabtu Olan biasanya lembur untuk belajar Design. Suatu kali ketika ia sedang lembur, tiba-tiba Presiden Direktur BJ Habibie masuk ke ruangannya.
"Beliau masuk menghampiri dan menepuk bahu saya, "Lagi apa? lembur yah?" tanyanya.
"Iya, Pak!" sahut Olan.
"Kamu dari mana?," tanya Presdir lagi.
"Saya dari Dompu, dari NTB, Pak". Jawab Olan dengan sedikit kaku.
"Bagus-bagus, kerja yang bagus, yah? kamu harus bisa gantiin dia
(Allan Woodroof,red) nanti," ucap pak Habibie sambil terus menepuk bahu Olan.
"Itu adalah pengalaman saya yang sangat berkesan. Karena saya baru status calon karyawan, pak Habibie langsung datang semacam lagi melakukan Inspeksi. Beliau lewati lorong-lorong, nah dari sekian lorong itu beliau memilih ruangan persis di tempat kami bekerja," kisahnya.
Diceritakan Dae Olan, Habibie itu orang yang super sibuk, jadi ukuran perusahaan sebesar IPTN itu, tidak semua ruangan diinspeksinya.
Lebih lanjut Dae Olan mengisahkan ada satu kesan lagi yang paling mendalam baginya tentang Sang Visioner hebat ini yang membuatnya kagum.
"Beliau tidak pernah meninggalkan puasa Senin-Kamis. Itu hebatnya beliau. Walaupun beliau hidup dalam ruang lingkup teknologi dan dunia barat, beliau tetap konsisten untuk puasa Senin-Kamis. Itu menunjukkan ketaqwaan beliau yang tinggi kepada Allah SWT.
Itu gambaran secara personal yang paling berkesan bagi saya," imbuhnya.
Olan kemudian menuturkan pengalaman kerjanya di bagian kokpit (flight deck) yang bertugas mendesain sistem. System panel, bahan-bahan perlengkapan dalam ruangan pilot, semua diuji dan dihitung.
"Pokoknya banyak hal-lah, sampai ke flight test apa segalanya itu," jelasnya.
Dikatakannya Kokpit atau Flight Deck adalah sebuah ruangan khusus yang terdapat di bagian depan pesawat yang dari dalamnya pilot bisa mengendalikan pesawat terbang. Cockpit terdiri dari Flight Instrument dan Flight Control yang memungkinkan pilot untuk mengendalikan pesawat.
Type jenis instrument panel pesawat udara bila dilihat dari cara penempatan posisinya yaitu :
Main instrument panel (instrumen panel utama), Overhead instrument panel (di bagian atas), At the side instrument panel (di bagian samping), Control pedestal instrument panel (di antara tempat duduk pilot dan co-pilot).
Penempatan posisi instrument panel diatur sedemikian rupa sehingga dapat dilihat dan dibaca dengan jelas.
"Saya khusus di Divisi desain itu sendiri. Mendesain panel-panel pesawat, prototipe-prototipe di ruangan pilot itu. Itu gambaran umumnya. Untuk diketahui, dari sekian banyak insinyur itu, masing-masing hanya menguasai bagian terkecil dari pesawat itu sendiri. Jadi praktis tidak ada dari mereka itu yang bisa menjelaskan keseluruhan isi pesawat tersebut kecuali pak Habibie sendiri," paparnya.
Dalam perancangannya, pesawat itu banyak Divisinya, satu divisi diisi oleh Insinyur dengan keahlian teknis yang berbeda-beda. Semua disiplin ilmu teknis itu ada. Termasuk keselamatan bahkan Insinyur yang khusus untuk mengkaji lingkungan juga ada di dalamnya.
Ada juga yang bekerja pada bagian Flight Test, yang bertugas menguji keseluruhan badan pesawat sampai pada pilot-pilot, untuk mengantongi sertifikat. Menguji keselamatan penumpang. Untuk seleksi pilot itupun ketat. Nah, untuk test kelayakan inilah yang membutuhkan waktu lama.
"Karena kalau pesawatnya macet atau mengalami kerusakan di atas (langit) sana, pesawat nggak bisa diparkir di samping. Iha deka ta ese ka, tiloa parkir ta kengge apalagi berhenti sejenak di atas sana.
Makanya, kenapa N250 sampai hari ini belum ada yang terbang secara resmi, itu karena belum mengantongi sertifikat kelayakan penerbangan.
Pak Habibie itu, lanjutnya mempunyai sebuah filosofi "Berawal dari akhir, berakhir dari awal". Jadi, untuk memajukan dunia teknologi di Indonesia ini, Pak Habibie memilih pesawat terbang.
Kenapa Pak Habibie itu memilih pesawat terbang? Kenapa beliau justru mengambil teknologi yang paling rumit? Karena beliau punya asumsi, bahwa kalau kita sudah bisa bikin pesawat terbang, maka otomatis mobil serta industri-industri teknologi lainnya itu bisa kita buat bahkan kita bisa kuasai.
Negara mana di Asia ini yang bikin pesawat? nggak ada kan? Yah cuma kita ini, Indonesia. Ya.. Pak Habibie itu jagonya.
Hanya saja mungkin takdir kita bangsa Indonesia ini, memang butuh ujian. Belum selesai pak Habibie itu alih teknologi barunya, keburu ribut (reformasi 1998).
Padahal sebenarnya Pak Habibie waktu itu sudah memikirkan jauh ke depan. Bahwa untuk bertarung dengan negara-lain di masa depan itu adalah dengan menguasai teknologi itu sendiri.
IPTN yang Habibie bangun itu, menampung tidak kurang dari 17.000 karyawan, paling tidak menjadi tempat bagi para ahli teknik dan insinyur lokal untuk belajar. Lewat IPTN itulah Indonesia mencetak SDM yang menguasai teknologi. Namun, semua itu memang butuh waktu dan cost yang besar.
Sejak reformasi bergulir, IPTN pun tidak mampu melanjutkan gagasan besar itu. Padahal Pesawat N250 sudah layak terbang saat itu. Hanya saja belum mengantongi Sertifikat Penerbangan dan membutuhkan investasi yang cukup tinggi pada saat itu.
Tapi Alhamdulillah, IPTN tidak bubar secara total melainkan di restrukturisasi bahkan namanya sudah berubah menjadi PT. Dirgantara Indonesia.
Ia berharap semoga rakyat Indonesia, khususnya rakyat Dompu bisa mengambil inspirasi dari mendiang BJ Habibie sebagai seorang teknokrat dan negarawan yang hebat.
Terakhir Dae Olan berdoa semoga almarhum BJ Habibie dan juga almarhum Soeharto mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah SWT. (AMIN).