Akhirnya terjawab pertanyaan saya kenapa Jokowi dikenal merakyat dan cepat terkenal di awal-awal merintis karier politiknya? Salah satunya adalah sering masuk keluar pasar. Tak heran kemudian salah satu titik blusukan politisi jelang ajang kompetisi politik: pilkada atau pilpres, adalah pasar. Meniru tagline salah satu partai besar, maka tidaklah berlebihan jika “Suara Pasar adalah Suara Rakyat”.
Tetapi tidak dengan nasib penulis. Tak terasa sekitar 2 tahun penulis masuk keluar pasar. Bukan bergaya latah ingin politisi. Tetapi kebetulan tuntutan tugas sebagai ASN di Dinas Perdagangan, sebagai OPD teknis yang menangani Pasar Rakyat (atau dulu disebut Pasar Tradisional). Mengamati mana pasar yang perlu dibangun atau direvitalisasi.
Salah satu Program Prioritas Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019 yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2015 atau yang dikenal sebagai Nawacita Presiden Joko Widodo adalah Program Pembangunan/Revitalisasi Pasar Rakyat. Adapun target capaiannya adalah 5000 pasar, sebagai implementasi dari Undang Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Untuk memastikan implementasi program ini Kementerian Perdagangan RI telah memperkuat dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/ M-DAG/PER/2017 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Perdagangan, dengan tujuan guna meningkatkan pendapatan para pedagang juga pelaku-pelaku ekonomi yang ada di masyarakat. Di samping untuk memudahkan akses transaksi jual beli dengan nyaman.
Setelah berjalan 5 (lima) tahun, dari jumlah pasar rakyat di Indonesia sebanyak 14.182 pasar, hingga akhir periode pertama Presiden Joko Widodo, pasar rakyat yang telah direvitalisasi/dibangun mencapai 5.248 pasar. Pertanyaannya kemudian adalah 5.248 pasar tersebut telah dikelola dengan baik dan sesuai standar nasional? Jawabannya ternyata tidak. Persoalannya adalah ternyata pendekatan pembangunan fisik semata tidak serta merta merubah wajah pasar rakyat. Dari 5.248 pasar yang telah direvitalisasi di atas, ternyata yang telah dinyatakan berstandar nasional sesuai SNI 8152:2015 hanya 30 pasar atau hanya 0,006 persen. Sehingga wajar saja stigma pasar rakyat meskipun baru namun kesan kumuh, kotor, bau bahkan dunia premanisme masih saja tetap melekat.
Akhirnya Kementerian Perdagangan juga mendorong kepada para Pemerintah Daerah yang tengah membangun dan merevitalisasi pasar-pasar rakyatnya untuk merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 8152:2015 yang telah ditetapkan untuk Pasar Rakyat.
Berdasarkan SNI 8152:2015 Pasar Rakyat, terdapat 3 persyaratan pasar rakyat yang meliputi persyaratan umum, persyaratan teknis, dan persyaratan pengelolaan.
Persyaratan umum terdiri dari lokasi pasar, kebersihan dan kesehatan, serta keamanan dan kenyamanan.
Persyaratan teknis terdiri dari ruang dagang, aksesibilitas dan zonasi, pos ukur ulang dan sidang tera, fasilitas umum, elemen bangunan, keselamatan dalam bangunan, pencahayaan, sirkulasi udara, drainase, ketersediaan air bersih, pengelolaan air limbah, pengelolaan sampah, sarana telekomunikasi, dan keselamatan dalam bangunan.
Persyaratan pengelolaan terdiri dari prinsip pengelolaan pasar, tugas pokok dan fungsi pengelola pasar, prosedur kerja pengelola pasar, struktur pengelola pasar, pemberdayaan pedagang, serta pembangunan pasar.
Potret Wajah Pasar Rakyat Kota Mataram
Kota Mataram dengan statusnya sebagai Ibu Kota Provinsi NTB, memiliki posisi yang sangat strategis, terlebih pasca makin dikenalnya NTB khususnya Pesona Wisata Lombok Sumbawa makin mendunia dengan Penghargaan The Best Halal Destination 2017 lalu. Menurut data BPS 2018, kondisi makro ekonomi Kota Mataram mencatat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kota Mataram dalam 5 (lima) tahun terakhir yang cukup tinggi (rata rata 8% pertahun) dan tingkat kemiskinan yang tersisa 9,7%, telah mampu mengakselerasi tingkat kompleksitas kebutuhan masyarakat akan tersedianya pelayanan publik yang makin baik dan beragam. Salah satu nya adalah tuntutan tersedianya sarana dan prasarana (infrakstruktur) perkotaan yang memadai. Salah Satu Infrastruktur perkotaan yang sangat vital sebagai penggerak ekonomi adalah Pembangunan Pasar, yang berfungsi sebagai urat nadi perekonomian yang mampu menyentuh semua strata ekonomi masyarakat.
Di Kota Mataram, terdapat 19 Pasar Rakyat. Pada umumnya pasar tradisional memiliki citra kumuh, becek dan bau tak sedap, Untuk itulah citra pasar rakyat sedikit demi sedikit dibenahi dengan program revitalisasi ini. Tujuannya adalah agar pasar-pasar rakyat memiliki daya saing yang semakin kuat untuk berkompetisi dengan pasar-pasar modern dalam merayu hati para konsumen. Pasar rakyat akan memiliki kekuatan yang sangat memikat bila ditata dan dikelola secara profesional oleh pihak pengelola pasar dengan tetap menonjolkan fitur-fitur keunikan yang dimiliki masing-masing pasar.
Pasar Dasan Agung, Membangun Sinergi Masjid dan Pasar
Salah satu pasar yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pasar tematik dan percontohan adalah Pasar Dasan Agung. Saat ini telah menjadi sebagai pasar yang SEJAHTERA (sehat, hijau, bersih dan terawat). Sejalan dengan itu untuk mewujudkan sebagai Pasar Berstandar Nasional Indonesia (SNI) 8152:2015 yang pertama di Kota Mataram dan sekaligus di Provinsi NTB. Keberadaan Pasar Dasan Agung yang bersebelahan dengan Ikon Provinsi NTB yaitu Islamic Center (Masjid Hubbul Wathan) telah menuntut Pasar Dasan Agung untuk berbenah terutama dalam kebersihan dan sarana pendukungnya dalam rangka mendukung keberadaan destinasi wisata religi NTB, kota Mataram khususnya.
Pertimbangan sisi posisi yang strategis ini yang kemudian rencana ini mendapat respon positif dari berbagai stakeholder yaitu Dinas Perdagangan Pemerintah Provinsi NTB serta salah satu bank swasta nasional yang sangat Peduli terhadap pemberdayaan ekonomi mikro yaitu Bank Danamon melalui Yayasan Danamon Peduli (YDP) telah membuat komitmen dengan Pemerintah Kota Mataram untuk mendorong percepatan Pasar Dasan Agung menjadi pasar ber-SNI.
Dalam sebuah kesempatan diskusi serial lintas sektor yang diinisiasi YDP berkembanglah wacana membangun pasar menjadi ruang publik perkotaan. Bahwa membangun pasar jangan hanya menjadi domain pemerintah, tetapi semua sektor perlu melirik pasar, karena pasar bukan hanya ada transaksi ekonomi. Pasar adalah sebuah entitas multiaspek: ekonomi, sosial budaya bahkan juga politik. Jeritan di pasar adalah jeritan suara rakyat. Sehingga lahirlah gagasan pentingnya festival pasar rakyat dengan sisi pandang bukanlah sebatas even atau festival semata, tapi mencoba menjadi daya tarik menciptakan momentum agar pasar disamping menjadi lebih bersih, sehat, aman dan tata kelola yang transparan juga dapat dikembangkan menjadi salah satu alternatif ruang publik perkotaan yang terbatas. Pasar akan efektif menjadi ajang interaksi semua orang dengan berbagai kepentingan. Sehingga keterlibatan berbagai komunitas di tengah tengah masyarakat mampu ditarik dengan ajakan: Ayo ke Pasar Rakyat.
Jika di Solo dari Pasar Klitikan lahir Jokowi, maka Siapa tahu kelak dari pasar sebagai komunitas ruang publik kota di Kota Mataram tumbuh pemimpin paripurna yang “khas” Mataram: merakyat dan sekaligus religius yang secara simbolik yang ditunjukan dengan sinergi antara ruang publik Pasar Dasan Agung dan Masjid Hubbul Wathon Islamic Center yang saling berdampingan dan terintegrasi.
(Penulis M. Ramadhani adalah peserta Diklatpim Tingkat 3 BPSDM Jawa Timur dari Dinas Perdagangan Kota Mataram)