Muslimin Hamzah |
Karena pikiran saya dianggap bisa meruntuhkan tembok pemikiran feodal oknum bangsawan Mbojo Nae, saya cermati eks wangsa bangsawan Mbojo/Rasanae soal Mbojo dan Bima hampir semuanya kontra dengan status saya sebelumnya. Saya tak bergeming! Pendapat mereka tidak ada yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Semuanya memakai ilmu Cocokologi alias dicocok-cocokkan saja dengan apa yang mereka dengar dari orang lain. Pijakan ilmiahnya tidak ada, seperti ada kalangan dari Mbojo Nae yang menyebut jauh sebelum Gajah Mada atau Majapahit ke Bima, Kerajaan Bima sudah eksis dan kuat. Ini kata siapa? Ini taklebih dari mpama-mpemo karawo witi.
Lantas ada pula yang beranggapan kalau Bima itu mengalami transformasi sejak zaman naka sebagai Negeri Babuju, zaman kerajaan awal disebut Mbojo dan zaman kesultanan menjadi Bima. Ini ilusi, tidak ada dasarnya, validitasnya rendah karena mengada-ada dan sepenuhnya ngarang. Zaman naka itu tidak ada. Itu realitas gadungan/simulakra, sama dengan ncuhi, hasil ilusi pujangga Bo, seperti ditengarai pakar asal Belanda Cornelis Christiaan Berg (1934-1912) diperoleh dengan cara gaib dan mereka bukan berbicara tentang masa lalu tapi justru berfantasi tentang masa depan. Mereka menggunakan kekuatan sihir, jin-jin dan roh-roh orang dulu/nenek moyang yang dipanggil lewat jasa iblis, untuk mengumpulkan informasi. Dus, soal naka dan ncuhi itu sesat dan penuh kurafat. (Bersambung)