Dompu NTB, koranlensapos.com **
Joki berasal dari bahasa Inggris jockey ialah seseorang yang memacu
kudanya dalam suatu pertandingan pacuan kuda, biasanya sebagai profesi.
Orang Dompu dan Bima menyebutnya dengan istilah juki. Keberadaan para penjoki
ini selalu menyedot perhatian tersendiri dari para penonton. Selain karena usia
mereka yang masih sangat belia (diperkirakan sekitar 7-10 tahun), juga dikagumi
keberanian, ketangkasan dan kelincahannya memacu kuda sehinggga melesat
secepat kilat. Tubuh-tubuh mungil itu begitu lengket dengan punggung kuda-kuda
berukuran tinggi besar itu. Padahal tidak menggunakan pelana sama sekali.
Salah satu pemilik kuda pacuan
di Kabupaten Dompu, Drs. Abdul Jabbar mengungkapkan secara blak-blakan tentang
sejumlah informasi yang berhubungan dengan latar belakang dan kehidupan
joki-joki cilik itu hingga terkait pendidikan dan keselamatan mereka. Diungkapkan
Abdul Jabbar, para joki kuda, umumnya adalah memiliki bakat alam karena
faktor keturunan. Kebiasaan sehari-hari bergelut dengan kuda sejak masih balita
membentuk mereka untuk menjadi penunggang kuda hebat. "Anak-anak yang
menjadi joki kuda itu bapaknya joki, kakeknya juga dulunya joki. Memang mereka
keturunan joki," ungkapnya. Joki-joki kuda, umumnya memiliki kuda
atau dekat dengan orang-orang yang memiliki kuda pacu. Sejak lahir mereka sudah
menyatu dengan kuda. Saat kuda dimandikan di sungai, mereka turut mandi bersama
kuda-kuda itu. "Mereka belajar menunggang kuda di atas air,
menunggang di lumpur, menunggang di darat dan kemudian dituntun menunggang
di lapangan pacuan," ujar Kepala SMKN 1 Woja ini.
Para joki cilik ini dituntun
oleh seseorang yang sudah mahir dan dengan menggunakan kuda khusus untuk
berlatih. "Tidak semua kuda bisa digunakan untuk melatih juki. Ada
kuda tertentu ketika kudanya jatuh dia berhenti," tuturnya. Setelah
mahir, katanya para joki cilik ini sudah bisa menunggang kuda-kuda
beringas di arena balap kuda. Seorang bocah yang sudah terbentuk oleh alam dan
karena faktor keturunan di atas, biasanya meminta sendiri untuk menjadi joki
karena dorongan jiwanya sendiri yang sudah menyatu dengan kuda tanpa paksaan
dari siapapun. Hasratnya begitu kuat untuk menjadi seorang joki karena
kehidupannya tidak bisa dipisahkan dengan kuda. "Mereka sendiri yang minta
untuk menjadi juki bukan diminta," kata Jabbar.
Selain itu, restu ibu juga
harus dimiliki oleh seorang joki. "Harus ada restu ibunya. Hubungan
emosional antara anak dengan ibunya memantapkan keyakinan anak menjadi juki.
Kalau tidak ada restu ibu, seorang anak tidak bisa menjadi juki. Atau
sebaliknya ada restu ibu tetapi anaknya tidak mau juga tidak bisa,"
urainya panjang lebar. Hebatnya para joki cikik ini, lanjutnya bisa menunggang
beberapa ekor kuda di dalam sebuah arena pertandingan. Walaupun kuda-kuda itu
baru sekali atau dua kali dinaikinya. Seperti yang terjadi di gelanggang pacuan
kuda Panta Paju di Stadion Lembakara Lepadi Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu yang
berlangsung tanggal 28 Oktober-5 November, ada 180 ekor kuda yang
mengikuti pertandingan, tetapi hanya menggunakan belasan joki saja. Terkait
imbalan yang diberikan kepada joki, pemilik kuda poni yang dilelang untuk
Rohingya ini menyebutkan tergantung pemilik kuda. Setiap bulannya, pemilik kuda
memberikan honor yang bervariasi antara Rp. 250 ribu hingga Rp. 750 ribu.
Mereka juga dibayar per-pacuan oleh pemilik kuda. "Kalau saya sendiri,
yang menjadi joki saya adalah keluarga ata keponakan saya sendiri. Saya kasih
anak kuda, hasilnya buat dia sendiri," katanya.
Pemilik kuda Meci Angi (Mengi)
dan Awan Putih (Apu) ini menuturkan para joki cilik iti semuanya bersekolah di
sekolah dasar di tempat tinggal masing-masing. Diakuinya setiap pelaksanaan
pacuan kuda, anak-anak itu meminta izin tak mengikuti kegiatan pembelajaran di
sekolahnya masing-masing. Sebagai solusinya, bekerja sama dengan pemerintah
Australia telah meluncurkan Program Inovasi (inovasi untuk Anak Sekolah
Indonesia yang bernama sekolah Bersama (Belajar Bersama Masyarakat) sehingga
anak-anak yang menjadi joki tetap bisa mengikuti pembelajaran meski tidak di
bangku sekolah.
Untuk keselamatan para joki
ini, juga tak luput dari perhatian Abdul Jabbar. Penghoby kuda ini merasa
iba dan prihatin bila ada joki yang terjatuh dari kuda dan mengalami cedera. Ia
berpikir perlu didesain khusus pakaian yang dapat menjadi body protector
(pelindung badan) dan memberikan safety (keamanan) bagi para joki belia ini.
Selain itu tidak mengganggu gerakan mereka saat menunggang kuda pacuan di arena
pertandingan. Setidaknya seperti pakaian yang dikenakan para crosser
motorcross. "Seperti crosser itu safetynya cukup bagus tapi tidak
mengganggu aktifitasnya dalam berjoki. Kalau saya dipercaya oleh Pordasi
(Persatuan Olahraga Berkuda Indonesia Kabupaten Dompu) untuk pengadaannya saya
siap demi keselamatan anak-anak kita yang menjadi juki," pungkasnya. (Amin
Dompu)