Sekda Dompu, Gatot Gunawan PP saat membacakan sejarah Kabupaten Dompu dari masa ke masa dalam Upacara HUT Dompu ke 208 di Lapangan Beringin Dompu, Selasa pagi (11/4/2023)
Dompu, koranlensapos.com - Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat, pada hari ini tanggal 11 April 2023 genap berusia 208 tahun. Penghitungan dimulainya babak baru peradaban Dompu dimulai pada 11 April 1815 saat letusan dahsyat Gunung Tambora. Namun sejatinya Dompu telah ada jauh sebelum itu.
Sekretaris Daerah Kabupaten Dompu, Gatot Gunawan Perantauan Putra saat Upacara Hari Jadi Kabupaten Dompu di Lapangan Beringin, Selasa pagi (11/4/2023) membacakan sejarah Dompu dari zaman ke zaman.
Dikemukakan Sekda, periodisasi sejarah dana dompu (tanah Dompu,red) dimulai dari zaman pra sejarah. Dompu merupakan daerah yang peradabannya sangat tua sejak zaman paleolitikum (50.000 – 10.000 SM). Hal itu dibuktikan dengan peninggalan yang tertua berupa peralatan dari batu yang masif ditemukan sepanjang daerah aliran sungai Hu’u.
"Ini menunjukkan bahwa Dana Dompu telah memiliki kemajuan teknologi paleolitik yang menyamai budaya batu tua di China, Burma, Jerman dan lain sebagainya," kata Sekda sembari menyebutkan sumber dari buku Mozaik Warisan Budaya Kabupaten Dompu.
Dilanjutkan Sekda, Dompu merupakan negeri tiga peradaban. Ini ditandai dengan adanya Situs Dorobata. Hasil penelitian 19 kali oleh Balai Arkeologi Bali menyatakan bahwa Situs Dorobata merupakan miniatur yang menggambarkan negeri tiga peradaban yang pernah dilewati masyarakat Dompu, yaitu peradaban animisme yang ditandai dengan temuan batu yoni dan lingga, peradaban Hindu-Budha ditandai dengan temuan batu bata besar yang biasa dipakai untuk pembangunan tempat pemujaan Hindu dan Budha, dan peradaban Islam.
"Dari temuan arkeologi di atas menunjukkan bahwa Dompu telah ada dan eksis sejak ribuan tahun yang lalu, dengan kemajuan teknologi paleolitikum yang setara dengan negara China, Burma, Vietnam dan Jerman.
Selanjutnya Dompu di zaman kerajaan dikenal dengan nama Kerajaan Dompo. keberadaannya telah ada pada zaman Kerajaan Sriwijaya (700 – 900 M). Hal ini dibuktikan dengan adanya dokumen pada Kerajaan Sriwijaya yang menyatakan keberadaan Kerajaan Dompo (Sumber : Atlas Sejarah Dunia oleh Prof. Mohammad Yamin).
Selama sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan, Kerajaan Dompo dipimpin oleh 8 raja. Mulai dari Raja Dewa Batara Dompu/Indra Kumala sampai Raja Dewa Ma Wa’a Taho/Dadela Nata.
Dilanjutkan Sekda, Kerajaan Dompo merupakan lumbung pangan Nusantara bagian timur dan memiliki armada perang laut yang kuat, Hal ini menjadikan Kerajaan Majapahit memasukkan Kerajaan Dompo menjadi salah satu kerajaan terkuat dari 10 kerajaan di Nusantara yang akan ditaklukkan, sebagaimana yang tertuang dalam sumpah palapa oleh Sang Mahapatih Gajah Mada.
Memenuhi sumpahnya, Sang Mahapatih Gajah Mada melakukan penaklukan pertama ke Kerajaan Dompo pada tahun 1340 namun gagal karena pasukan Kerajaan Dompo memukul mundur pasukan Kerajaan Majapahit.
Penaklukan kedua dilakukan pada tahun 1357. Akibat peristiwa ini, Kerajaan Dompo tercatat dalam Kitab Sejarah Indonesia Pararaton dan Negara Kertagama yang telah diakui oleh UNESCO.
Pada zaman kesultanan,
Kerajaan Dompo kemudian berubah menjadi Kesultanan Dompo pada tahun 1545 setelah menerima pengaruh Islam. Kesultanan Dompo memiliki semboyan adat bersendi sara’, sara’ bersendi hukum, hukum bersendi kitabullah.
Kepemimpinan Sultan Dompo dalam Kesultanan Dompo menganut sistem yang sesuai dengan konsep Nggusu Waru.
Selama kurun waktu masa kesultanan, tercatat 21 smSultan yang memimpin Kesultanan Dompu (1545-1955). Mulai dari Sultan Pertama yaitu Sultan Syamsuddin (Ma Wa’a Tunggu) sampai dengan sultan terakhir yaitu Sultan Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin.
Pada zaman penjajahan,
Kesultanan Dompu melakukan perlawanan terbuka terhadap penjajah Belanda. Seperti yang dilakukan oleh Sultan Muhammad Sirajuddin yaitu menolak pajak, menolak sistem monopoli, menolak persetujuan Belanda dalam pengangkatan Sultan, menolak menjalankan politik yang tidak sesuai syariat Islam, menolak kerja rodi, menolak perdagangan madat/candu/miras di wilayah kesultanan.
"Dan terjadinya perang yang cukup heroik melawan penjajah Belanda yang terjadi di Soriutu yang dikenal dengan nama Perang Manggelewa tanggal 5 april 1942.
Pada zaman kemerdekaan,
Kabupaten Dompu merupakan daerah bagian Provinsi Sunda Kecil. Setelah mengalami beberapa kali proses perubahan sistem ketatanegaraan pasca diproklamasikannya kemerdekaan Imdonesia, barulah terbentuk daerah Swatantra Tingkat II Dompu. Kemudian, secara resmi mendapat status sebagai Daerah Swapraja sejak 12 September 1947. Selanjutnya diangkat Sultan Dompu terakhir yaitu Sultan Muhammad Tajul Arifin Siradjuddin sebagai Kepala Daerah Swaparaja. pada tahun 1958, Daerah Swapraja berubah status menjadi Daerah Swatantra Tingkat Ii Dompu dengan Bupati Kepala Daerah Sultan Dompu Muhammad Tajul Arifin Siradjuddin (1958 – 1960).
Selanjutnya pada tahun 1960 hingga 1966, Dompu berubah status menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Dompu dengan Bupati H. Abdurrahman Mahmud.
Pada tahun 1967 (dalam kurun waktu kurang dari satu tahun) jabatan Bupati Kepala Daerah Tingkat Ii Dompu dijabat oleh Pelaksana Tugas (Pjs) yaitu I Gusti Ngurah.
Tahun 1967 hingga 1979, selama dua periode, Kabupaten Dompu dipimpin oleh seorang Perwira Menengah TNI AD, yakni Letkol TNI Suwarno Atmojo.
Pada masa pemerintahan Suwarno Atmojo, telah menetapkan Lambang Daerah dan Motto Daerah yakni ‘Nggahi Rawi Pahu’ yang dituangkan melalui Perda No. : 14 tahun 1970. Pada masa itu juga mulai dibangun kantor dan Pendopo Bupati.
Selanjutnya pada tahun 1979 hingga 1984, Kabupaten Daerah Tingkat Ii Dompu kembali dipimpin oleh perwira menengah Letkol. Tni. H. Heru Sugiyo.
Sejak tahun 1984, Kabupaten Daerah Tingkat II Dompu kembali dipimpin oleh seorang putra terbaik daerah yakni Drs. H. Moh.Yakub, MT (1984-1989).
Tahun 1989 hingga 1994, Drs. H. Umar Yusuf memimpin Kabupaten Daerah Tingkat II Dompu.
Selanjutnya pada tahun 1994 hingga 1999, kepemimpinan di Bumi Nggahi Rawi Pahu Dompu dilanjutkan oleh Drs. H. Hidayat Ali.
Pada tahun 1999, seiring dengan era reformasi, Kabupaten Daerah Tingkat Ii Dompu berubah status menjadi daerah otonom. Sejak saat itu, beberapa putra terbaik daerah menjadi Kepala Daerah dan menjadi kebanggaan bagi seluruh masyarakat Dompu.
1. H. Abubakar Ahmad, SE dan wakil bupati H. Syaifurrahman Salman, SE (periode 2000 – 2005)
Pada masa kepemimpinan ini, fokus dalam memajukan daerah dan menciptakan masyarakat yang sejahtera dan religius, serta program islamisasi dengan membumikan Al-Qur’an, mewajibkan pemakaian pakaian muslimah, dan yang paling diingat yaitu pemindahan Makam Sultan Manuru Kupa Dari Kupang, Nusa Tenggara Timur kembali ke Dompu.
2. H. Syaifurrahman Salman, SE (periode 2007 – 2010)
Pada masa kepemimpinannya, Bupati H. Syaifurrahman mencanangkan program pendidikan dan kesehatan gratis bagi masyarakat Kabupaten Dompu dan membangun fasilitas olah raga seperti Gedung Sanggilo, Gedung Serbaguna dan Gor Ginte.
3. H. Bambang M. Yasin dan Wakil Bupati Ir. Syamsuddin, MM dan Arifuddin, SH (periode 2010-2015 dan periode 2016-2021)
Drs. H. Bambang M. Yasin memimpin selama 10 tahun telah mewariskan banyak prestasi dan penghargaan di tingkat provinsi maupun pusat. Dan hal yang fenomenal adalah produksi jagung yang melimpah serta menjadi inisiator daerah di sekitarnya sehingga Kabupaten Dompu menjadi kabupaten yang diperhitungkan di tingkat nasional.
4. H. Kader Jaelani Dan Wakil Bupati H. Syahrul Parsan, ST., MT (periode 2021-2026).
Bupati H. Kader Jaelani dan Wakil Bupati H. Syahrul Parsan, ST., MT. mendapat kepercayaan untuk memimpin masyarakat Bumi Nggahi Rawi Pahu melalui pelantikan tanggal 26 Februari 2021. Di pemerintahan AKJ-SYAH ini, melahirkan Program JARAPASAKA (Jagung, Porang, Padi, Sapi dan Ikan) yang dipastikan akan mampu membawa masyarakat Dana Nggahi Rawi Pahu menuju daerah yang MASHUR (Maju, Sejahtera, Unggul dan Religius).
Selain itu, sejumlah program unggulan di bidang kesehatan, pendidikan, kebudayaan, perlindungan perempuan dan anak maupun program lainnya terus dipacu untuk disukseskan, sembari menggali potensi-potensi daerah untuk dikembangkan.
Di akhir paparannya, Sekda menerangkan penetapan tanggal 11 April 1815 sebagai Hari Jadi Dompu digulirkan pada pemerintahan Bupati H. Abubakar Ahmad, SH. Pengambilan tanggal 11 April 1815 dilatarbelakangi oleh peristiwa meletusnya Gunung Tambora pada tahun 1815 yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim dunia sehingga berdampak pada krisis pangan dunia. Dan pada saat bersamaan bergabungnya dua kerajaan yaitu Kerajaan Pekat dan Tambora.
Dikatakan Sekda, melalui momen Peringatan Hari Jadi Dompu saat ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Dompu berkomitmen mengembangkan sejarah dan budaya dou Dompu Mantoi sebagai pintu masuk untuk mewujudkan tata nilai masyarakat yang religius, berbudaya, berprestasi dan berkarakter sesuai dengan tata nilai budaya dou Dompu. (emo).