Polres Bima Tetapkan Tersangka Kasus Cetak Sawah Baru dan Banpem Saprodi 2016

Kategori Berita

.

Polres Bima Tetapkan Tersangka Kasus Cetak Sawah Baru dan Banpem Saprodi 2016

Koran lensa pos
Senin, 07 Juni 2021


                 Kasat Reskrim Polres Bima, 
                           IPTU Adhar, S. Sos


Bima, koranlensapost.com - Unit TIPIKOR Satreskrim Polres Bima akhirnya menetapkan tersangka kasus (Saprodi) Program Cetak Sawah Baru dan Program Bantuan Pemerintah (Banpem) berupa sarana SAPRODI (sarana produksi) tahun 2016 yang bersumber dari dana APBN melalui Dirjen PSP Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Demikian diungkapkan oleh Kasat Reskrim Polres Bima, IPTU Adhar, S. Sos.

"Dari fakta hasil penyidikan atas proyek program cetak sawah baru dan bantuan Saprodi kemudian hasil gelar perkara Penyidik Satreskrim Polres Bima telah menetapkan tersangka Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bima tahun 2015 s/d 2016 yaitu saudara Ir. MT," ungkapnya.

Dikatakannya dari hasil penyidikan Unit Tipikor Satreskrim Polres Bima ditemukan fakta bahwa benar pada tahun 2016 Dinas Pertanian Kabupaten Bima mendapat Program Cetak Sawah Baru dilanjutkan dengan Program Bantuan Pemerintah (Banpem) berupa bantuan SAPRODI (Sarana Produksi) yang bersumber dari dana APBN melalui Dirjen PSP Kementerian Pertanian kepada Dinas Pertanian Provinsi sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Dinas Pertanian Kabupaten Bima selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Bantuan tersebut diperuntukkan kepada  kelompok tani yang masuk dalam program  cetak sawah baru periode TA 2015 dan TA 2016 dengan dana bersumber dari APBN. 
Hal itu sesuai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) nomor  SP-018.4.239133/2016 tangal 26 Febuari 2016 dengan kode kegiatan 1795.001.001, Sub kegiatan    055.A.526311 dan Klasifikasi Belanja :  Belanja Bantuan Pemerintah (Banpem).

Sehubungan dengan adanya DIPA tersebut maka dibentuklah pejabat pengelolaan dana dalam program dimaksud seperti Pengguna Anggaran (PA) yakni pejabat di Kementrian Pertanian RI, KPA yaitu kepala Dinas Provinsi NTB., PPK yaitu Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bima, PPSM adalah Sekretaris Dinas Pertanian Provinsi NTB, TIM TEKHNIS perluasan sawah terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota, Tim pengawas terdiri dari ketua dan anggota serta Tim pengawas lapangan yaitu seluruh KUPT Pertanian Kecamatan setempat dengan jumlah Kelompok Tani sebanyak  241 Poktan.

"Akan tetapi panitia yang terbentuk terutama yang berada di Kabupaten Bima ini tidak dilibatkan dalam kegiatan dimaksud. Yang mempunyai peranan hanya Kepala Dinas Pertanian, Ketua Tim Tehnis Perluasan Sawah, Sekretaris Dan 2 Orang Staf Hononer Dinas Pertanian Kabupaten Bima," paparnya.

Lebih lanjut Adhar mengemukakan bentuk Banpem adalah dengan sistem trasnfer dana yang langsung masuk ke rekening kelompok tani. Selanjutnya dengan dana tersebut  kelompok tani membelanjakan benih padi, pupuk dan obat-obatan sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana yang tertuang dalam RUKK (Rencana Usaha Kebutuhan Kelompok) yang telah dibuat seperti Benih Padi, POC (Pupuk Organik Cair), Pupuk Urea, Pupuk NPK, Pestisida / Herbisida dan pupuk kandang.

"Kabupaten Bima mendapatkan bantuan sebesar Rp. 14.474.000.000,- ," bebernya.

Adapun SK Penetapan Nama Kelompok yang mendapatkan Banpem  yaitu 
SK No  : 835/836/01.11/VIII/2016, Tanggal  22 -08- 2016 untuk 83  Poktan  = senilai Rp. 5.560.000.000,- dan SK No  : 835/837/01.11/VIII/2016, Tanggal  22 -08- 2016 untuk 158 Poktan  =.8.914.000.000,-                  
Jumalah :241 Poktan  = Rp. 14.474.000.000,-

"Dana Saprodi milik kelompok tani masuk ke dalam rekiening kelompok tani dan  telah dicairkan oleh kelompok tani itu sendiri secara bertahap sebanyak 2 tahapan yakni tahap pertama 70%  dengan nilai  Rp. 10.139.500.000 dan Tahap kedua 30% dengan nilai  Rp. 4.113.100.000 

Kemudian proses pencairan di Bank, Poktan wajib membawa surat rekomendasi dari pihak Dinas Pertanian. 
"Setelah Kelompok Tani datang dengan didampingi KAUPT untuk mengambil surat rekomendasi, saat itulah Kabid atas perintah Kadis Pertanian memerintahkan agar kelompok tani datang kembali untuk menyerahkan dana yang diterimanya kepada dinas pertanian untuk membayar Saprodi kepada pihak ketiga selaku penyedia yang ditunjuk," jelas Adhar.

Dikatakannya  hasil penyidikan tersebut mengungkap fakta telah terjadi penyimpangan yang bertentangan dengan juklak Bapem tahun 2016. Penyimpangan dimaksud adalah sebagai berikut :
Pertama,  semua persyaratan adminitrasi yang menjadi tanggungjawab kelompok tani dibuatkan langsung oleh pihak dinas pertanian (hanya formalitas) saja.  Kelompok tani hanya diminta membuka rekening di bank yang terdekat dan menandatangani adminitrasi yang sudah dibuatkan oleh pihak Dinas Pertanian;
Kedua, Dinas pertanian Kabupaten Bima secara sepihak telah menunjuk pihak ke III selaku penyedia barang Saprodi tanpa sepengetahuan kelompok tani. Seharusnya kelompok tani punya kemandirian untuk membelanjakan dana yang diterimanya. 
Perusahan pihak ke III yaitu CV ARGO MITRA SENTOSA dan pihak Dinas Pertanian (Kabid) atas persetujuan Kadis Pertanian, juga menggunakan perusahan lokal untuk memenuhi kebutuhan Saprodi dengan cara mendatangi dan menunjuk perusahan lokal tersebut. 
"Ada juga perusahan lokal tanpa sepengetahuan pihak dinas langsung menyalurkan saprodi kepada kelompok tani. Ini terjadi di wilayah Kecamatan Wera," tuturnya. 

Ketiga, pihak dinas pertanian dalam hal ini (Kabid) melalui Kepala UPT memerintahkan kepada kelompok tani penerima bantuan  agar menyerahkan kembali uang yang diterima kepada dinas pertanian untuk membayar saprodi yang telah dipesannya.

Dari hasil penyidikan Unit Tipikor Satreskrim Polres Bima ditemukan sejumlah fakta bahwa Kelompok Tani, Kepala UPT dan Dinas Pertanian Kabupaten Bima mendapatkan aliran dana dengan rincian perhitungan sebagai berikut :
a) Rp. 97.000 / Hektar untuk para UPT
b) Rp.112.000 /Hektar untuk para Ketua Poktan. 
c) Rp. 36.000/ hektar untuk pihak Dinas Pertanian 
Disamping itu juga ditemukan fakta berdasarkan keterangan para saksi pihak ke III baik perusahan lokal yang melakukan droping barang masing-masing yaitu
d) kekurangan volume Saprodi Rp. 2.289.636.000,- dan
e) penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukkannya.

Selanjutnya seelah dilakukan audit  Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Mataram. Hasil audit ditemukan kerugian Negara sebesar Kerugian Keuangan Negara  Rp. 5.116.769.000,-

"Seharusnya Banpem Saprodi tahun 2016 sebesar Rp. 14.474.000.000,- tetapi real diterima Poktan   9.357.231.000,- sehingga kerugian negara sebesar Rp. 5.116.769.000,-," urainya.

Adhar menyebutkan pihak TIPIKOR Satreskrim Polres Bima sedang mendalami peran pihak lain dalam kasus ini. 
"Tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka," pungkasnya. (Tim).