Humaspro Kota Bima Beri Klarifikasi Terkait Demo Mahasiswa di KPK.

Kategori Berita

.

Humaspro Kota Bima Beri Klarifikasi Terkait Demo Mahasiswa di KPK.

Koran lensa pos
Minggu, 03 November 2019
Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Bima, HA. MalikSaat konferensi pers, Sabtu (2/11)
Kota Bima, Lensa Pos NTB - Menyikapi aksi demonstrasi yang dilakukan sejumlah mahasiswa di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu. Kabag Humas Setda Kota Bima H. Abdul Malik, SP M.Ap memberikan klarifikasi terkait data-data  yang menjadi rujukan para demonstran dalam aksi tersebut. 

Malik menegaskan bahwa data-data yang ditampilkan dalam aksi yang menyorot kinerja pemerintah Kota Bima dan Walikota Bima  H. Muhammad Lutfi SE itu adalah data-data yang salah dan tidak memiliki rujukan yang jelas.

“Kenapa kami harus sampaikan ini, agar publik tidak mengkomsusi data yang tidak valid karena kalau publik mengkonsusmsi data yang tidak valid bahaya juga bisa menimbulkan instabilitas. Nah ini yang direspon oleh kita kenapa kami harus meluruskan data-data itu,” katanya kepada wartawan, Sabtu (2/11/2019).

Malik menjelaskan dari sisi data semua data yang disorot adalah data yang salah, mulai dari menyoroti persoalan dana relokasi rumah korban bencana banjir, dana BPJS, dana pembangunan masjid agung Al-Muwahiddin dan tudingan jual beli jabatan oleh Pemerintah Kota Bima.

“Dari sisi data semua data yang dimpailkan salah. Terkait dana relokasi yang benar adalah Rp 75 miliar dengan jumlah rumah  relokasi sebanyak 1094 unit dengan biaya Rp 69 juta/unit, Sementara data mereka adalah Rp 90 miliar dengan jumlah rumah relokasi debanyak 1.025 unit, Jadi kami katakan data ini tidak benar,” jelasnya

Kemudian relokasi ini langsung masuk ke rekening Pokmas yang pekerjaannya dilakukan  dengan swakelola oleh Pokmas yang didampingi oleh Tim TP4D. “Jadi dia tidak berjalan sendiri program ini, tetap di bawah pendampingan TP4D,” tambahnya.

Malik menerangkan, terkait dana BPJS yang disorot sebesar Rp 18 miliar data itu juga dianggap salah karena pemerintah Kota Bima hanya menggelontorkan anggaran Rp 8,8 miliar per tahun untuk pembayaran iuran BPJS masyarakat Kota Bima.

“Uang ini tidak dicairkan dalam bentuk tunai, tetapi di transfer ke rekening BPJS mengikuti komplain atas penggunaan asuransinya. Jadi berapa masyarakat yang menggunakan jasa BPJS inilah yang dibayarkan oleh Pemkot. Jadi sifatnya ini tagihan. Itu data totalnya Rp 8,8 miliar bukan Rp 18 miliar dan datanya itu juga salah. Data yang benar adalah Rp 8,8 miliar dan sistem pencairannya langsung masuk ke rekening BPJS berdasarkan klaim mereka,” tegas Malik.

Sementara terakait dana pembangunan Masjid Agung Al-Muahiddin Rp 10 miliar yang juga disorot, Malik menegaskan bahwa dana Rp 10 miliar itu belum dicairkan. Kenapa tidak dicairkan pemerintah kota bima memegang prinsip kehatia-hatian. Bagaimana tingkat akuntabilitas penggunaan uang itu terjaga dengan baik. Nah untuk memastikan itu pihak pemerintah Kota melakukan uji dengan Universitas Mataram (Unram) dan BPKP selaku pengawas keuangan pemerintah.

“Hal-hal ini harus diselesaikan dulu kenapa anggaran ini tidak dicairkan. Jadi kalau dikatakan sudah dikorupsi bagaimana mungkin mau dikorupsi dananya saja belum dicairkan,” katanya.

Selanjutnya terkait jual beli jabatan yang disorot, Malik mengungkapkan bahwa jual beli jabatan itu tidak benar karena Walikota Bima HM Lutfi pada setiap kesempatan baik itu acara dinas maupun acara sosial kemasyarakatan selalu mengatakan tidak ada jual beli jabatan.

“Bahkan beliu pernah berstatemen bahwa ia siap meletakan jabatannya kalau ini ada dan bisa dibuktikan. Nah ini menunjukan bahwa apa yang disampaikan itu senggungnya tidak benar dan data-data yang disampaikan itu juga tidak benar,” pungkasnya.

Oleh karena itu terkaitnya adanya aksi demonstarsi mahasiswa yang menggunakan data yang salah, Malik atas nama Pemerintah Kota Bima menyampaikan harapan agar masyarakat dapat menyampaikan data-data yang valid dan sudah teruji kepada publik.

“Kalu data seperti ini dilempar ke area publik, itu akan membuat kegaduhan publik dan menimbulkan tafsiran  yang beraneka ragam," pungkasnya. (Usman).