Terkait Revisi UU KPK, Prof Masnun: dalam Konteks Islam Undang-Undang bisa Mengalami Perubahan

Kategori Berita

.

Terkait Revisi UU KPK, Prof Masnun: dalam Konteks Islam Undang-Undang bisa Mengalami Perubahan

Koran lensa pos
Rabu, 11 September 2019
Warek I UIN Mataram/ Ketua PWNU Provinsi NTB, Prof Dr Masnun M.Ag.


Mataram, Koranlensapos.com— Wakil Rektor 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram yang juga Ketua PWNU Prov NTB, Prof Dr Masnun M.Ag menyerahkan pada ahli pembahasan berkaitan pentingnya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI). Pihaknya mengharapkan agar semua elemen tidak gaduh dalam merespon tentang revisi tersebut.

Menurutnya, dalam konteks Islam, undang-undang bisa mengalami perubahan yang disesuaikan dengan transformasi zaman, sesuai kebutuhan semua pihak sehingga itu adil.
Dijelaskan tidak dipungkiri tentang adanya perubahan hukum, perubahan situasi, kondisi dan sebagainya. Hal itu menjadi dotrin kita.

“Kami mengharap masyarakat, semua elemen agar tidak gaduh, untuk terus melihat secara objektif, mana sisi yang perlu mendapatkan catatan, mana sisi sisi yang perlu mendapatkan apresiasi dari revisi tersebut, karena sejatinya produk perundang-undangan itu dalam konteks islam juga bisa mengalami perubahan, disesuaikan dengan transformasi zaman, sesuai kebutuhan,” ujarnya.

Menurutnya,  masyarakat yang menyalurkan aspirasi harus secara damai, secara objektif merujuk instrumen-instrumen negara yang selama ini memiliki otoritas untuk bicara berkaitan hal tersebut.

“Melihat perkembangan dalam konteks kenegaraan kita, dalam konteks sosial politik kita, ada beberapa hal yang menjadi sorotan dan pandangan pandangan yang kadang melahirkan pro kontra di tengah masyarakat khususnya revisi undang-undang KPK, kami mengharap masyarakat, semua elemen agar tidak gaduh,” tandasnya.  

Diharapkannya,  melalui undang-undang diharapkan hak-hak politik rakyat semua terakomodir, sehingga kebijakan pimpinan, kebijakan presiden, kebijakan siapapun itu, disesuaikan dengan kemaslahatan orang banyak.

“Jangan sampai kebencian kita terhadap suatu komunitas, suatu lembaga menyebabkan kita tidak adil. Mari kita berlaku objektif, kemudian kedua dalam diktum NU ada yang berlaku dalam proses transformsi, perubahan-perubahan itu tetap memelihara yang baik sembari megambil inovasi yng lebih baik, mari menjaga kondusivitas kita, serahkan ke ahlinya, ke pemiliknya yang punya otoritas, kita sebagai msyrakat menyalurkan aspirasi itu secara damai, secara objektif,” ajaknya.

Menurutnya, masyarakat harus menfokuskan perhatian pada hal-hal positif yang lebih makro dalam konteks kenegaraan. Jangan sampai energi, pikiran dan atensi kita habis terkuras  untuk hal-hal yang memang belum kita baca secra maksimal.

“Ketika mendengar ini kita bersikap reaktif, padahal kita belum lihat substansi-substansi perubahan itu seperti apa. Sisi mana yang kita apresiasi perubahan itu, sisi mana yang perlu mendapatkan catatan catatan khusus. Oleh karena itulah saya mengimbau msayarakat untuk tenang, masyarakat untuk mengembalikan itu pada ahlinya,” imbaunya.

Ditambahkannya, jika seadainya ada hal yang bertentangan dengan prinsip bernegara, maka bisa dibahas secara musyawarah. “Duduk dan kita bicara. Itulah tradisi kita yang sudah diwariskan, bahwa kita duduk bersama, mendengarkan dalam Alquran, mendengarkan dari semua elemen dari semua unsur, kemudian kita mengambil yang terbaik dari pilihan pilihan itu,” ujarnya. [TIM/ LP NTB]