Peran Politik Kaum Millenial

Kategori Berita

.

Peran Politik Kaum Millenial

Koran lensa pos
Jumat, 05 April 2019

Marga Harun 

PEMUDA adalah tulang punggung bangsa, harapan bangsa dan masa depan bangsa. Sedemikian pentingnya kedudukan dan peranan pemuda, sampai-sampai Bung Karno berucap "Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia” (Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia).

Kedudukan dan peran pemuda memang sangat vital dan fundamental dalam pembangunan dan kemajuan sehingga masa depan bangsa berada di tangan mereka. Di pundak merekalah harapan dan cita-cita bangsa ini digantungkan. Karena itu pemuda dituntut berperan aktif dan reaktif untuk tampil di garda terdepan pembangunan bangsa, baik fisik maupun non fisik  (mental, spiritual dan karakter).
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya.
Demikian kutipan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang menggelorakan semangat kaum muda untuk selalu bangkit dari keterpurukan.

Sejarah telah mencatat betapa besarnya kontribusi pemuda dalam perjalanan panjang bangsa ini.
Bahkan tinta sejarah selalu mencatat pemuda sebagai aktor perubahan yang paling utama.
Pemuda tampil dalam  Pergerakan Boedi Oetomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (1945) sampai pada aksi Reformasi 1998.
Bagaimanakah sikap dan peran pemuda di dalam perpolitikan di negeri ini ?
Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2012, didapati bahwa 79% anak muda di Indonesia tidak tertarik berpolitik. Ini sungguh sangat ironis sekali dan perlu dikaji akar masalah dan dampaknya bila pemuda tidak tertarik dengan politik.
Ketika pemuda menunjukkan sikap kepasifan terhadap demokrasi, itu sangat berbahaya dan memiliki dampak yang sangat buruk bahkan bisa sampai pada proses pelemahan demokrasi. Karena kaum muda merupakan individu yang sangat kritis dan idealis dengan berbagai wacana dan pola pikir yang progresif dalam menganalisis regulasi dan peka akan pemimpin yang tepat untuk kemajuan negaranya.

Namun sangat disayangkan, fenomena yang muncul pada saat ini ketika ada ruang diskursus akan tema politik di antara pemuda tampak tidak terlalu disukai dan disenangi. Bahkan dianggap sebagai sesuatu hal yang sangat tabu. Ini problem besar yang harus diketahui akar penyebabnya dan memunculkan berbagai pertanyaan.
Faktor apakah yang menyebabkan anak muda apatis terhadap dunia politik ? Apakah mereka tidak paham dengan politik ? Ataukah mereka tidak tahu bagaimana cara berpartisipasi dalam menentukan pemimpin atau wakil - wakilnya di pemerintahan ?
Mungkinkah karena mereka menganggap politik itu tidak memberikan manfaat yang signifikan terhadap kehidupan dan nasib bangsa ini ?

Generasi millennial seharusnya melek politik dan jangan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang tabu. Mengapa ?
Karena kebijakan yang dihasilkan para elite politik akan berdampak terhadap hampir seluruh aspek kehidupan warga negara, tak terkecuali anak muda.
Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa. Meneruskan estafet politik di negara, mengatur dan membuat kebijakan yang lebih baik. Pemuda adalah harapan untuk memperbaiki politik di masa depan.

Apabila generasi millenial  'buta' politik atau acuh tak acuh terhadap perpolitikan di negeri ini bahkan tidak mau melibatkan diri dalam peristiwa politik, maka akan fatal akibatnya.
Bukankah biaya hidup, harga beras, harga jagung, harga kacang, harga ikan, harga tepung, harga sepatu, harga obat, harga beras dan harga apapun semua tergantung pada keputusan politik ? Si 'buta' politik dengan kebodohannya ia  mengatakan bahwa ia membenci politik. Ia tidak tahu bahwa dari 'kebutaannya' terhadap politik berdampak sangat buruk terhadap  lahirnya kesenjangan, ketidakadilan, penelantaran, dan berbagai kebobrokan lainnya secara multidimensional.
Masih banyak generasi millennial yang terlalu apatis dengan dunia perpolitikan, terkhusus umat Islam di Indonesia. Pada intinya umat islam di Indonesia harus tetap berkontribusi besar dalam dunia perpolitikan dengan memadukan antara nilai - nilai islam dengan demokrasi supaya bisa mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin dengan selalu melakukan dakwah amar maaruf nahi munkar demi mewujudkan Indonesia yang sejuk dan damai. Lihatlah apa jadinya Islam tanpa dukungan politik. Di Myanmar (Burma), misalnya. Mereka dibantai, dibasmi, diberangus, dan dihapuskan eksistensinya. Apa yang bisa kita lakukan ?
Lagi-lagi dengan sikap kita yang orang biasa hanya bisa berteriak-teriak marah, protes, mengutuk, mengecam, lalu membantu dengan sedikit doa dan sedikit dana dan setelah itu selesai. Tetapi perjuangan kita kurang mendapatkan hasil maksimal bila kita tidak memiliki legitimasi politik. Perjuangan kita kurang mendapat perhatian bahkan kandas di tengah jalan bila kita tidak menduduki jabatan - jabatan politik. Jadi pemuda sebagai generasi millennial harus paham dengan persoalan politik dan mau mengambil bagian dalam percaturan politik di negeri ini. Jangan apatis apalagi antipati dengan persoalan politik. (Penulis adalah Mahasiswa FH UII Yogyakarta dan Ketua Lembaga Mahasiswa Pemerhati Daerah)