OPINI : “November Rain”, Banjir dan Tata Ruang

Kategori Berita

.

OPINI : “November Rain”, Banjir dan Tata Ruang

Koran lensa pos
Senin, 12 November 2018

“November Rain”,  Banjir dan Tata Ruang  
Oleh : M. Ramadhani
When I Look into your eyes,
I Can see a love restrained…
‘ Cause Nothin lasts forever
And we both know hearts can change
And its hard to hold a candle
In the cold November Rain
Demikianlah potongan syair lagu November Rain nya Guns N Roses. Mendadak Kota Jakarta di landa demam Guns N Roses. Dengan bangganya seorang teman dari Jakarta, salah satu mentor tata ruang di negeri ini, mengunduh fotonya didepan kemegahan panggung konser Guns N Roses lewat status facebook-nya.  Bulan November, entah sengaja atau tidak,  dipilih Event Organizer-nya  sebagai bulan pentasnya Guns N Roses.  Dengan salah satu legendanya, November Rain, konser berjalan bersamaan dengan berakhirnya musim kemarau yang panjang. Awal november menandai masuknya musim hujan yang sedikit terlambat.Berita tanda tanda banjir mulai menghiasi berita media. Secara kebetulan lagi, hari hari ini bersamaaan dengan suasana Hari Tata Ruang Nasional yang jatuh pada tanggal 8 November.

Liukan melodi gitaris Slash yang mengiringi lengkingan sang vokalis, Axl Rose  dalam lagu November Rain,  seolah juga mengiringi guyuran hujan yang menghempas tenda-tenda sementara di Pulau Lombok,pasca musibah gempa medio Agustus lalu. Baru lepas dari Musibah gempa, ancaman genangan air hujan bahkan banjir mulai mengancam.
Membaca berita Koran lokal di kota ini, pejabat Dinas PUPR Kota Mataram mulai siap siap mengantisipasi dengan ancaman banjir. Dengan cepat, burukmya sistem drainase kota menjadi “tersangka”. Sang pejabat menjelaskan Kota Mataram secara menyeluruh harus membuat master plan drainase kembali, agar bisa lepas dari ancaman banjir tahunan di musim hujan. Pertanyaannya, benarkah?, ketika master plan drainase dibuat, kemudian konstruksi di bangun, setelah itu Kota Mataram bebas banjir? Untuk menjawab ini, mari kita urai sedikit anatomi banjir perkotaaan sebagai “penyakit” tahunan ini.

Anatomi Banjir di Perkotaan
Air adalah sumber kehidupan. Jadi kemana air mengalir sepanjang itu pula ada kehidupan. Karena keterbatasan lahan dan kuatnya keinginan mendekati sumber air, tidak sedkit warga kota hidup dan bahkan mengambil lahan-lahan (space) yang sebenarnya “milik” air. Kawasan sempadan, kawasan resapan dan cekungan air tak terkecuali “diserobot” atas alasan survival, untuk sekedarbertahan hidup di perkotaan yang makin padat.  Jadi wajar saja, jika air “marah” karena kawasan miliknya “di jamah”. Akhirnya muncullah fenomena fenomena alam ikutannya: Sungai yang tidak terawat, sistem drainasi yang jelek, sampah yang memicu sedimentasi, dan seterusnya.
Seorang Ridwan Kamil, salah satu dari sedikit pemimpin daerah yang “melek” tata ruang, mantan Walikota Bandung, yang saat ini menjadi Gubernur Jawa Barat, tidak seluruhnya membenarkan hal hal tersebut. Dengan memberi contoh Kota Paris yang memiliki sistem drainase salah satu yang terbaik di dunia pun bisa kena banjir di pertengahan tahun 2016. Bisa jadi banjir di perkotaan bukan lagi semata-mata akibat sistem drainase yang jelek dan tata ruang yang jelek, serta sungai yang tidak terawat dengan baik, melainkan akibat faktor lain yang masih sulit di jelaskan.
Sebelum mencermati faktor penyebab banjir di Perkotaan, kita ulas sedikit mengenai teori sederhana terjadinya banjir. Ketika air hujan dengan curah yang tinggi tidak dapat ditampung oleh sungai dan drainase sebagai “wadah” air maka terjadilah luapan, dinamakan banjir.  Secara proses hidrologi, air hujan akan sebagian terserap tanah (infiltrasi) dan sebagian diteruskan (run off).  Dengan demikian maka seberapa besar air yang terserap dan seberapa besar yang diteruskan akan menjadi faktor-faktor penentu banjir disamping “wadah”-nya. Infiltrasi dan run off akan bergantung kepada  land use di sekitaran sungai dan DAS (Daerah Aliran Sungai).  Land use juga akan menjadi faktor bagi sedimentasi yang mempengaruhi “wadah” air, disamping sampah yang secara sengaja di buang ke sungai atau drainase. Berarti disini kalau kita urut, banjir akan dipengaruhi oleh curah hujan, wadah tampungan (sungai,  drainase, bendungan/waduk), koefisien infiltrasi dan run-off yang tergantung land use, dan juga faktor sedimentasi serta sampah yang mempengaruhi kapasitas “wadah” air.

Fenomena curah hujan yang tinggi ini (anomali) adalah akibat dari gabungan fenomena cuaca efek Lanina, dan anomali regional serta lokal di lautan dan juga atmosfer. Secara statistik momen ini jarang terjadi di perkotaan. Jadi secara faktual memang kita tidak siap dalam menghadapi fenomena ini. Sehingga tidak siap juga dalam menampung volume air yang tercurahkan, dan akhirnya terjadi banjir.Satu satunya penjelasan terhadap perubahan cuaca dan iklim yang terkadang sulit diduga adalah isu Global Warming, Climate Change,  yang benar adanya dan semakin nyata terasa. Ancamannya ada di sekitar kita.

Dengan membaca secara cermat faktor-faktor penyebab banjir di perkotaan, maka apa yang kita bisa lakukan tentunya bukanlah mengurangi intensitas air hujan, karena itu diluar kontrol dan kendali manusia. Ini  adalah ranahnya alam. Hal yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan wadahnya dengan lebih baik, diantaranya melalui revitalisasi sungai, revitalisasi drainase, dan pengadaan segera bendungan/ di kawasan perkotaan. Ketika sekarang ini kita melihat galian dimana-mana, kotor, dan macet dimana-mana, kita berharap dengan memperbaiki drainase meskipun parsial karena pertimbangan anggaran yang terbatas dengan memperbaiki drainase, dengan harapan mencegah banjir. Celakanya dengan anomali intensitas hujan yang terjadi menyebabkan banyak orang berfikir pekerjaan di atas adalah sia-sia.  Padahal sesungguhnya karena di kerjakan secara parsial tidak didasari oleh master plan secara keseluruhan.

Sungai-sungai di perkotaan faktanya beberapa telah mengalami penyempitan, pendangkalan akibat sedimentasi dan sampah. Begitu juga dengan drainase-drainase yang awalnya memang digunakan sebagai saluran irigasi yang beralih fungsi karena laih fungsi lahan,  telah mengalami pendangkalan.Serta hamparan beton-beton halaman rumah-rumah atau gedung semakin memperparah keadaan. Ini semua akarnya adalah problem tata ruang.

Tata Ruang: Alat Kontrol atau Pendongkrak PAD?
Banjir di perkotaan umumnya sangat terkait dengan perkembangan dan pertumbuhan kota yang tak terkendali. Tata ruang yang sudah di rencanakan dan di susun secara hirarkis dan memperhatikan daya dukung lingkungan tidak serta merta menjadi “kitab suci” yang konsisten di patuhi. Pengawasan dan pengendalian dalam pemanfaatan ruang tidak mampu berdiri tegak dan tegas karena masyarakat atas nama “Hak Milik” mengartikan memiliki hak boleh membangun apa saja. Tanpa diikuti dengan komitmen untuk menunaikan kewajiban untuk “menjaga dan melestarikan” ruang agar tetap berkelanjutan untuk masa depan anak dan cucu kelak.  Akhirnya terjadilah indikasi pelanggaran dan penyimpangan tata ruang.

Salah satu kritik yang sering dilontarkan masyarakat dalam penataan ruang adalah bahwa rencana tata ruang belum cukup efektif sebagai alat kendali pembangunan, terbukti dengan maraknya berbagai macam penyimpangan. Penyimpangan tata ruang terjadi pada hampir semua kota dan daerah di daerah. Pada kota-kota besar penyimpangan tersebut bahkan sudah sampai pada tingkatan yang mengkhawatirkan karena dampak yang ditimbulkannya sangat meresahkan. Ada dugaan melalui instrumen Izin Lokasi dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) lebih di dominasi fungsinya sebagai mesin penghasil Pendapatan Asli Daerah  (PAD) dari pada sebagai “alat deteksi dini” penyimpangan atau pelanggaran tata ruang melalui overlay antara rencana tata ruang dengan pemanfataan ruang.  Sehingga indikasi dapat terlacak secara cepat.

Menurut salah satu pemerhati lingkungan di kota ini, Ridha Hakim, Direktur WWF Wilayah NTB dan NTT,  mencoba mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan tata ruang dan semua punya andil dalam hal tersebut, yakni :(1). Lemahnya pengawasan dan penertiban. (2). Belum ada peraturan yang cukup jelas,karena banyak RDTR yang mikro belum mampu dihasilkan sebagai penjabaran sebuah RTRWyang bersifat makro (3). Kurang adanya sinkronisasi perijinan dengan dokumen rencana serta prosedur perijinan cendrung belum transparan (4). Perilaku kolusif oknum yang memanfaatkan keterbatasan informasi masyarakat, serta terakhir (5). Partisipasi dan peran serta masyarakat yang masih rendah.

Pendapat ini memang banyak benarnya tetapi juga tidak bisa juga diberlakukan sama  untuk semua daerah kota/kabupaten. Tentu pendapat ini juga perlu mendapat konfirmasi dari pelaku eksekutor dari pengawal tata ruang sehingga tata ruang  sebagai “barang baru” memang memerlukan waktu untuk proses belajar kita kenali dan pahami bersama apa dan bagaimana tata ruang itu. Secara puitis, Yudha Perdana, sang penggemar GnR tadi, juga mentor yang juga ahli tata ruang menulis:
Ruang adalah kapasitas..
Pembangunan yang berbatas..
agar hutan dan taman tetap bernafas..
Bekerja maksimal tapi ikhlas..
Seiring dengan gunung-gunung yang berputar beribadah..
Meletupkan bencana bagi umat manusia..
Agar kita selalu mengingat kebesaran dan kuasaNya..

Ruang adalah misteri..
Akan masa depan yang tidak pasti..
Aman atau bencana bumi..
Sinambung atau stagnasi..
Pemenang cinta sejati atau seumur hidup lara hati..
Harmonis atau timpang..
Semua direkam oleh ruang..
di dalam layer-layer waktu..

Tata Ruang hadir sebagai kitab suci..
Sebagai satu-satunya solusi..
Memanfaatkan ruang bumi..
Agar harmonis sepanjang waktu..
Agar hingga dua puluh tahun ke depan atau selamanya terjaga..

Selamat datang Guns N Roses, Selamat Hari Tata Ruang.. Senandungkanlah balada lagu November Rain untuk mengiringi tangis atas duka para pengungsi di tenda tenda pengungian pasca bencana alam: gempa bumi, banjir, atau apalagi...cukup sudah ya Rabb..Kita akui disebabkan oleh prilaku manusia yang cenderung khilaf dan lupa: abai terhadap alam, terhadap tata ruang..

Do you need some time... on your own
Do you need some time... all alone
Everybody needs some time... on their own
Don't you know you need some time... all alone
Rasanya kita semua perlu waktu sendirian untuk bertanya jujur tentang apa yang sudah kita perbuat bagi hidup dan kehidupan.