“November Rain”, Banjir dan Tata Ruang
Oleh : M. Ramadhani
I Can see a
love restrained…
‘ Cause
Nothin lasts forever
And we both
know hearts can change
And its
hard to hold a candle
In the cold
November Rain
Demikianlah
potongan syair lagu November Rain nya Guns N Roses. Mendadak Kota Jakarta di
landa demam Guns N Roses. Dengan bangganya seorang
teman dari Jakarta, salah satu mentor tata ruang
di negeri ini, mengunduh fotonya didepan kemegahan
panggung konser Guns N Roses lewat status facebook-nya. Bulan November, entah sengaja atau
tidak, dipilih Event Organizer-nya sebagai bulan pentasnya Guns
N Roses. Dengan salah satu legendanya, November Rain, konser berjalan bersamaan
dengan berakhirnya musim kemarau yang panjang. Awal
november menandai masuknya musim hujan yang sedikit terlambat.Berita tanda tanda banjir mulai menghiasi berita media.
Secara kebetulan lagi, hari hari
ini bersamaaan
dengan suasana Hari Tata Ruang Nasional yang jatuh pada tanggal 8 November.
Liukan melodi gitaris Slash yang mengiringi lengkingan
sang vokalis, Axl Rose dalam lagu November Rain, seolah juga mengiringi guyuran hujan yang
menghempas tenda-tenda sementara di Pulau Lombok,pasca musibah gempa medio
Agustus lalu. Baru lepas dari Musibah gempa, ancaman genangan air hujan bahkan
banjir mulai mengancam.
Membaca
berita Koran lokal di kota ini, pejabat Dinas PUPR
Kota Mataram mulai siap siap mengantisipasi dengan ancaman banjir. Dengan cepat, burukmya sistem drainase kota menjadi “tersangka”. Sang
pejabat menjelaskan Kota Mataram secara menyeluruh harus membuat master plan
drainase kembali, agar bisa lepas dari ancaman banjir tahunan di musim hujan.
Pertanyaannya, benarkah?, ketika master plan drainase dibuat, kemudian
konstruksi di bangun, setelah itu Kota Mataram bebas banjir? Untuk menjawab
ini, mari kita urai sedikit anatomi banjir perkotaaan sebagai “penyakit”
tahunan ini.
Anatomi Banjir di Perkotaan
Air adalah sumber kehidupan. Jadi kemana air mengalir
sepanjang itu pula ada kehidupan. Karena keterbatasan lahan dan kuatnya
keinginan mendekati sumber air, tidak sedkit warga kota hidup dan bahkan
mengambil lahan-lahan (space) yang sebenarnya “milik” air. Kawasan sempadan,
kawasan resapan dan cekungan air tak terkecuali “diserobot” atas alasan
survival, untuk sekedarbertahan hidup di perkotaan yang makin padat. Jadi wajar saja, jika air “marah” karena
kawasan miliknya “di jamah”. Akhirnya muncullah fenomena fenomena alam ikutannya:
Sungai yang tidak
terawat, sistem drainasi yang jelek, sampah yang memicu sedimentasi, dan
seterusnya.
Seorang Ridwan
Kamil, salah satu dari sedikit pemimpin daerah yang “melek” tata ruang, mantan
Walikota Bandung, yang saat ini menjadi Gubernur Jawa Barat, tidak seluruhnya
membenarkan hal hal tersebut. Dengan memberi contoh Kota Paris yang memiliki
sistem drainase salah satu yang terbaik di dunia pun bisa kena banjir di
pertengahan tahun 2016. Bisa jadi banjir di perkotaan bukan lagi semata-mata
akibat sistem drainase yang jelek dan tata ruang yang jelek, serta sungai yang
tidak terawat dengan baik, melainkan akibat faktor lain yang masih sulit di
jelaskan.
Sebelum mencermati
faktor penyebab banjir di Perkotaan, kita ulas sedikit mengenai teori sederhana
terjadinya banjir. Ketika air hujan dengan curah yang tinggi tidak dapat
ditampung oleh sungai dan drainase sebagai “wadah” air maka terjadilah luapan,
dinamakan banjir. Secara proses hidrologi, air hujan akan sebagian
terserap tanah (infiltrasi) dan sebagian diteruskan (run off).
Dengan demikian maka seberapa besar air yang terserap dan seberapa besar yang
diteruskan akan menjadi faktor-faktor penentu banjir disamping “wadah”-nya. Infiltrasi
dan run off akan bergantung kepada land use di
sekitaran sungai dan DAS (Daerah Aliran Sungai). Land use juga
akan menjadi faktor bagi sedimentasi yang mempengaruhi “wadah” air, disamping
sampah yang secara sengaja di buang ke sungai atau drainase. Berarti disini
kalau kita urut, banjir akan dipengaruhi oleh curah hujan, wadah tampungan
(sungai, drainase, bendungan/waduk),
koefisien infiltrasi dan run-off yang tergantung land
use, dan juga faktor sedimentasi serta sampah yang mempengaruhi kapasitas
“wadah” air.
Fenomena curah
hujan yang tinggi ini (anomali) adalah akibat dari gabungan fenomena cuaca efek
Lanina, dan anomali regional serta lokal di lautan dan juga
atmosfer. Secara statistik momen ini jarang terjadi di perkotaan. Jadi
secara faktual memang kita tidak siap dalam menghadapi fenomena ini. Sehingga
tidak siap juga dalam menampung volume air yang tercurahkan, dan akhirnya
terjadi banjir.Satu satunya penjelasan terhadap perubahan cuaca dan iklim yang
terkadang sulit diduga adalah isu Global
Warming, Climate Change, yang benar
adanya dan semakin nyata terasa. Ancamannya ada di sekitar kita.
Dengan membaca
secara cermat faktor-faktor penyebab banjir di perkotaan, maka apa yang kita
bisa lakukan tentunya bukanlah mengurangi intensitas air hujan, karena itu diluar
kontrol dan kendali manusia. Ini adalah
ranahnya alam. Hal yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan wadahnya dengan
lebih baik, diantaranya melalui revitalisasi sungai, revitalisasi drainase, dan
pengadaan segera bendungan/ di kawasan perkotaan. Ketika sekarang ini kita
melihat galian dimana-mana, kotor, dan macet dimana-mana, kita berharap dengan
memperbaiki drainase meskipun parsial karena pertimbangan anggaran yang
terbatas dengan memperbaiki drainase, dengan harapan mencegah banjir. Celakanya
dengan anomali intensitas hujan yang terjadi menyebabkan banyak orang berfikir
pekerjaan di atas adalah sia-sia. Padahal sesungguhnya karena di kerjakan
secara parsial tidak didasari oleh master plan secara keseluruhan.
Sungai-sungai di perkotaan
faktanya beberapa telah mengalami penyempitan, pendangkalan akibat sedimentasi
dan sampah. Begitu juga dengan drainase-drainase yang awalnya memang digunakan
sebagai saluran irigasi yang beralih fungsi karena laih fungsi lahan, telah mengalami pendangkalan.Serta hamparan
beton-beton halaman rumah-rumah atau gedung semakin memperparah keadaan. Ini semua
akarnya adalah problem tata ruang.
Tata Ruang: Alat Kontrol atau Pendongkrak PAD?
Banjir di perkotaan umumnya sangat terkait dengan
perkembangan dan pertumbuhan kota yang tak terkendali. Tata ruang yang sudah di
rencanakan dan di susun secara hirarkis dan memperhatikan daya dukung
lingkungan tidak serta merta menjadi “kitab suci” yang konsisten di patuhi.
Pengawasan dan pengendalian dalam pemanfaatan ruang tidak mampu berdiri tegak
dan tegas karena masyarakat atas nama “Hak Milik” mengartikan memiliki hak
boleh membangun apa saja. Tanpa diikuti dengan komitmen untuk menunaikan
kewajiban untuk “menjaga dan melestarikan” ruang agar tetap berkelanjutan untuk
masa depan anak dan cucu kelak. Akhirnya
terjadilah indikasi pelanggaran dan penyimpangan tata ruang.
Salah satu kritik yang sering dilontarkan masyarakat
dalam penataan ruang adalah bahwa rencana tata ruang belum cukup efektif
sebagai alat kendali pembangunan, terbukti dengan maraknya berbagai macam
penyimpangan. Penyimpangan tata ruang terjadi pada hampir semua kota dan daerah
di daerah. Pada kota-kota besar penyimpangan tersebut bahkan sudah sampai pada
tingkatan yang mengkhawatirkan karena dampak yang ditimbulkannya sangat
meresahkan. Ada dugaan melalui instrumen Izin Lokasi dan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) lebih di dominasi fungsinya sebagai mesin penghasil Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dari pada sebagai
“alat deteksi dini” penyimpangan atau pelanggaran tata ruang melalui overlay antara rencana tata ruang dengan
pemanfataan ruang. Sehingga indikasi dapat
terlacak secara cepat.
Menurut salah satu pemerhati lingkungan di kota ini, Ridha
Hakim, Direktur WWF Wilayah NTB dan NTT,
mencoba mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan tata ruang dan semua punya andil dalam hal tersebut, yakni :(1).
Lemahnya pengawasan dan penertiban. (2). Belum ada peraturan yang cukup jelas,karena
banyak RDTR yang mikro belum mampu dihasilkan sebagai penjabaran sebuah RTRWyang
bersifat makro (3). Kurang adanya sinkronisasi perijinan dengan dokumen rencana
serta prosedur perijinan cendrung belum transparan (4). Perilaku kolusif oknum
yang memanfaatkan keterbatasan informasi masyarakat, serta terakhir (5). Partisipasi
dan peran serta masyarakat yang masih rendah.
Pendapat ini memang banyak benarnya tetapi juga tidak
bisa juga diberlakukan sama untuk semua
daerah kota/kabupaten. Tentu pendapat ini juga perlu mendapat konfirmasi dari
pelaku eksekutor dari pengawal tata ruang sehingga tata ruang sebagai “barang baru” memang memerlukan waktu
untuk proses belajar kita kenali dan pahami bersama apa dan bagaimana tata
ruang itu. Secara puitis, Yudha Perdana, sang penggemar GnR tadi, juga mentor
yang juga ahli tata ruang menulis:
Ruang
adalah kapasitas..
Pembangunan
yang berbatas..
agar
hutan dan taman tetap bernafas..
Bekerja
maksimal tapi ikhlas..
Seiring
dengan gunung-gunung yang berputar beribadah..
Meletupkan
bencana bagi umat manusia..
Agar
kita selalu mengingat kebesaran dan kuasaNya..
Ruang
adalah misteri..
Akan
masa depan yang tidak pasti..
Aman
atau bencana bumi..
Sinambung
atau stagnasi..
Pemenang
cinta sejati atau seumur hidup lara hati..
Harmonis
atau timpang..
Semua
direkam oleh ruang..
di
dalam layer-layer waktu..
Tata
Ruang hadir sebagai “kitab suci”..
Sebagai
satu-satunya solusi..
Memanfaatkan
ruang bumi..
Agar
harmonis sepanjang waktu..
Agar
hingga dua puluh tahun ke depan atau selamanya terjaga..
Selamat
datang Guns N Roses, Selamat Hari Tata Ruang..
Senandungkanlah balada lagu November Rain untuk mengiringi tangis atas duka para pengungsi di tenda tenda pengungian pasca bencana alam:
gempa bumi, banjir, atau apalagi...cukup sudah ya Rabb..Kita akui disebabkan
oleh prilaku manusia yang cenderung khilaf dan lupa: abai terhadap alam,
terhadap tata ruang..
Do you need
some time... on your own
Do you need
some time... all alone
Everybody
needs some time... on their own
Don't you
know you need some time... all alone
Rasanya
kita semua perlu waktu sendirian untuk bertanya jujur tentang apa yang sudah
kita perbuat bagi hidup dan kehidupan.