
Mataram, Lensa Post NTB - Ratusan Mahasiswa yang
tergabung dalam Aliansi Pejuang Rakyat (APARAT) yakni HMI MPO cabang Mataram,
LMND cabang Mataram sampai organisasi peguyuban daerah diantaranya
IKMAL-Mataram, IMAM-Mataram dan IMPM-mataram, senin (24/9/2018) menggelar unjuk
rasa Hari Tani didepan kantor DPRD NTB dan kantor Dinas Pertanian NTB.
Jeck,
salah satu aktivis HMI MPO dalam orasi politiknya menyampaikan, bahwa
indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alamnya baik itu mineral,
batu bara, hasil tambang bahkan hasil pertaniannya. sehingga indonesia dikatakan
negeri agraris, namun sungguh ironis bangsa yang Rakyatnya mayoritas petani
yang bersandarkan hidupnya dengan tanah dan hasil pertanian hari ini melarat
dan menderita di negeri yang subur ini. Bagaimana tidak, hasil pertanian
seperti bawang, jagung, kedelai dan beras yang seharusnya dari hasil itu dapat
mencukupi kebutuhan rakyat indonesia, akan tetapi nasib rakyat tidak diperhatikan
oleh pemerintah dengan lebih mementingkan produksi pertanian luar yang hadir
melalui impor, ujar Jeck dengan tegas. Jeck menambahkan Harga bawang yang
terjadi di kabupaten Bima hari ini menurun drastis sampai angka Rp. 4000/kg di
samping itu harga obat-obatan pertanian yang semakin mahal sehingga
petani-petani bawang makin di rugikan. Bahkan hasil yang didapat oleh petani bawang
tidak sepadan dengan modal yang di keluarkan.
Senada juga
disampaikan, Saiful Bahri, selaku ketua HMI MPO Cabang Mataram mempertegas
melemahnya rupiah hari ini memberikan efek Domino yang sangat berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan ekonomi negara, dan akibatnya ketidakstabilan ekonomi di
negara ini, suatu hal yang tidak terbantahkan lagi, dan kami menyatakan sikap
dan mendesak agar jokowi-Jk selaku pimpinan negara segera mangambil langkah
kongkrit untuk menstabilkan nilai tukar rupiah hari ini.
Sementara itu, Parlan
selaku ketua Cabang LMND berkomentar bahwa konflik agraria yang terjadi di
indonesia semakin hari semakin marak terjadi, konflik agraria yang terjadi di
lombok tercatat ada 420 kasus yang belum terselesaikan salah satunya, PT.
Sadana Arif Nusa, dimana ada 160 kepala keluarga tersingkirkan dari lahan pertanianya
di desa sananggali kecamatan Sembelia Lombok Timur. Dan banyak lagi masyarakat
yang mengalami tindakan resprensif oleh aparat negara atas perjuangan mereka
dalam mempertahankan tanah yang di rampas oleh para investor. Ini artinya
pemerintah tidak serius menjalankan UU PA No. 5 tahun 1960, tutupnya. Pada kesempatan
itu massa aksipun menyatakan sikap dengan 8 poin tuntutan yang bisa disimpulkan,
bahwa mendesak pemerintah agar segera menyelesaikan konflik reforma agraria dan
menstabilkan nilai tukar rupiah. (LP.NTB/ Den26)