NTB Pelopori “Gerakan Stop Perkawinan Anak”

Kategori Berita

.

NTB Pelopori “Gerakan Stop Perkawinan Anak”

Koran lensa pos
Rabu, 13 Desember 2017

Mataram NTB, koranlensapos.com
Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu provinsi yang dijadikan lokasi deklarasi ''Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak'' di Indonesia. Hal ini karena NTB menjadi 5 dari 34 provinsi dengan angka perkawinan anak tinggi. Council of Foreign Relations telah merilis Indonesia sebagai salah satu dari sepuluh Negara atau ketujuh di dunia dengan angka absolut tertinggi pengantin anak. Indonesia adalah yang tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Hal ini disampaikan Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia, Dian Kartika Sari, SH, dalam sosialisasi gerakan ini di Taman Budaya Mataram, kemarin. Dikatakannya, kegiatan seperti ini dilaksanakan sebab mengingat jumlah perkawinan secara nasional sudah melebihi 45 persen dari jumlah perkawinan seluruh indonesia, dan didominasi oleh pernikahan usia 18 tahun. NTB juga merupakan salah satu Provinsi yang memiliki ide atau gagasan membuat kebijakan pemberhentian perkawinan anak.


Dalam sambutannya Wagub NTB, H. Muh Amin, SH. M. Si secara singkat menyampaikan bahwa pemerintah provinsi NTB dan kabupaten/ kota, mendukung penuh program pendewasaan usia perkawinan dengan minimal usia perkawinan umur 21 tahun, tentunya dengan menekan angka pernikahan anak yang juga menjadi prioritas dalam RPJMD kita. Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) juga telah mendukung program pemerintah yakni program Keluarga Berencana, ''anak itu menimang prestasi bukan menimang anak, prestasi lebih dulu, karena itu dalam gerakan ini kita lakukan secara bersama-sama'', pungkas Muh Amin. Nantinya berbagai macam regulasi senantiasa terus diwujudkan agar PUP bisa dikendalikan dan dicegah dan NTB dapat memperoleh generasi emas. Selain di NTB, gerakan serupa juga dilakukan di 4 provinsi lainnya, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak, sangat diharapkan dapat mengubah mindset baik dari para pengambil keputusan maupun masyarakat bahwa perkawinan anak sangat merugikan bagi Negara, masyarakat bahkan anak itu sendiri. Dan hasil dari Gerakan Bersama ini dapat mendorong adanya payung kebijakan dalam pencegahan dan penghapusan terhadap praktek perkawinan anak. (M.Salahudin Mataram)