Bima, koranlensapos.com**Produser film Naura dan Genk Juara, Amalia
Prabowo menemui Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, KH. Ma’ruf Amin, di Bogor,
Rabu (29/11). Tujuan kedatangannya adalah menjelaskan latar belakang dibuatnya
film ini dan tidak adanya sedikitpun tujuan untuk mendiskreditkan pihak
tertentu. Menurut Amalia, film yang dibintangi oleh aktris cilik Adyla Rafa
Naura Ayu ini benar-benar bertujuan untuk berbagi kebahagiaan dan pesan-pesan
positif kepada anak-anak Indonesia. “Kami ingin berbagi kebahagiaan dengan
anak-anak ditengah sedikitnya film musikal yang ditujukan untuk mereka. Tujuan
kami sowan ke Kiai Maruf Amin adalah mengkomunikasikan hal tersebut dan
meluruskan pandangan yang berkembang di masyarakat,” ujar perempuan berjilbab
ini.
Sementara
Ketua Umum MUI, KH. Maruf Amin mengungkapkan pihaknya mendukung film Naura dan
Genk Juara bila memang tujuannya memberikan pembelajaran positif bagi anak-anak
Indonesia. MUI, menurut Maruf, juga menghargai mekanisme yang dilakukan Lembaga
Sensor Film (LSF) sebelum film ini dirilis, termasuk adanya unsur MUI di dalam
proses screening tersebut. “Kami menghimbau masyarakat untuk Tabayyun, menonton
terlebih dahulu baru berpendapat. Jangan hanya melihat dari sosial media. Untuk
para pekerja seni, saya himbau jangan patah semangat,” ungkap Maruf.
Amalia
menambahkan, setelah menggelar nonton bareng bersama tokoh-tokoh NU dan puluhan
anak yatim di Surabaya (25/11), dan puluhan tokoh serta pengurus Muhammadiyah
di Jakarta (23/11), pihaknya perlu menyampaikan tanggapan positif para tokoh
dan anak yatim tersebut kepada Ketua Umum MUI. Nobar juga sudah digelar di
berbagai kota, seperti Balikpapan, Makasar, Lampung, Bandung, Jakarta, dan
sejumlah kota lain dengan respon positif dari orang tua dan anak-anak yang
menonton. “Tanggapan positif tersebut menguatkan kami. Dan semangat positif ini
yang juga ingin kami sampaikan kepada Kiai Ma’ruf sebagai tokoh Islam yang
sangat kita hormati. Kami juga meminta pendapat dan wejangan dari beliau agar
terus bersemangat berkarya untuk anak-anak Indonesia,” ujar sineas yang juga
memproduseri film Wonderdul Life ini.
Film yang
disutradarai Eugene Panji ini melibatkan 140 pemeran anak dan pengambilan
gambar dilakukan selama bulan puasa. Menurut Amalia, para pemeran cilik tetap
berpuasa penuh ditengah jadwal syuting yang padat. Film yang dirilis tanggal 16
November lalu ini juga untuk mengobati kerinduan akan film musikal anak,
setelah Petualangan Sherina yang dirilis 17 tahun lalu. Polemik film drama
musikal, Naura dan Genk Juara terus berlanjut di masyarakat. Film garapan
sutradara Eugene Panji ini menuai kontroversi lantaran dianggap mendiskreditkan
agama Islam. Selain ajakan boikot terhadap film tersebut, muncul juga petisi
melalui media digital. Demikian dikatakan Ketua Lembaga Sensor Film ( LSF ) Ahmad
Yani Basuki , Wakil Ketua MUI , Masduki Baidlawi dan Direktur Setara
Institute Hendardi melalui siaran pers
yang disampaikan ke Media di Mataram , Rabu, 29/11/2017.
Ketua LSF
Ahmad Yani Basuki, menegaskan LSF selaku penanggungjawab yang meloloskan film
tersebut mempunyai standar dasar atau parameter untuk menyensor sebuah film.
Penilaian sensor itu, meliputi judul, tema adegan dan ungkapan dalam film. Dari
semua aspek yang yang kita teliti, tak satupun yang mencitrakan Islam secara
negatif. "Jadi, kalau diarahkan seperti menista agama atau melecehkan,
kami tidak sampai kesana. LSF tidak melihat muatan semacam itu," ujar
Ahmad Yani. Meski begitu, Ahmad Yani berharap agar orang tua mendampingi
anaknya saat menonton film. Menurut Ahmad Yani, orang tua memiliki kewajiban
untuk menjelaskan kepada anak, bukan lantas bereaksi berlebihan terhadap sebuah
film. "Itu kan fenomena sosial yang seperti itu bisa saja terjadi. Sama
lah ketika film barat, pencurinya yang tentu bukan Islam, misalnya [menyebut]
'Oh my God!", diakui Ahmad Yani, dalam film tersebut terdapat adegan
dimana salah satu penjahat mengucapkan istighfar. Namun, menurutnya ucapan
tersebut merupakan ucapan spontanitas yang awam diucapkan oleh orang-orang
kebanyakan. "Dari kacamata LSF melihatnya itu bentuk-bentuk spontanitas,
itu bisa terjadi pada siapa saja. Begitu juga, kebetulan itu terjadi di
Indonesia, kita tidak fokus pencuri itu Islam atau Kristen, tapi dia kan tidak
menggunakan atribut Islam. Dan tampilannya, menurut LSF, adalah tampilan
penjahat," jelasnya. Bagi LSF,
imbuhnya, film yang diloloskan dan dikritisi publik menjadi perhatian badan
tersebut. Namun ia menegaskan kritik terhadap suatu film semestinya sesuai
proporsi dan konteks.
Terkait
kontroversi film Naura & Genk Juara yang belakangan ini menjadi viral di
media sosial, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku sudah menerima klarifikasi
dari Lembaga Sensor Film (LSF). Wakil Ketua MUI Masduki Baidlawi mengatakan,
dalam klarifikasi itu, LSF telah menyatakan bahwa tidak ada permasalahan dalam
film yanf saat ini seang diputar di bioskop-bioskop itu. "Apalagi, ada
penghinaan terhadap agama Islam, " ujar Masduki saat dihubungi melalui
sambungan telpon. Menurut Wasekjen PBNU itu, sebelum meloloskan film drama
musikal anak tersebut LSF telah mengundang sejumlah ahli dan akademisi untuk
ikut menyaksikan film. "Bahkan, salah satunya berasal dari MUI. Jadi,
sebetulnya sudah clear dan tidak ada masalah," tegasnya. Meski begitu,
lanjut Masduki, MUI akan menerima permintaan LSF untuk menyaksikan film
tersebut dalam rangka melakukan klarifikasi. "Hal itu perlu kami lakukan
agar masyarakat menjadi tenang," tuturnya. Sembari menunggu sikap resmi
MUI, Masduki menghimbau agar masyarakat mampu menjaga ketenangan dan tidak
terprovokasi untuk melakukan tindakan negatif. "Jangan sedikit-sedikit
umat merasa terpojokkan dan seolah-oleh dikepung oleh musuh, padahal sebenarnya
tidak ada apa-apa," pungkas Masduki.
Ketua Setara
Institut Hendardi : Ajakan untuk memboikot film "Naura & Genk
Juara" menunjukkan sikap-sikap intoleren dan cupat (picik) dalam hidup
bermasyarakat. Apalagi, sebelumnya film itu sudah dinyatakan lolos sensor oleh
Lembaga Sensor Film. Bahkan, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia sudah
menyatakan film tersebut baik dan mendidik. "Kalau lembaga yang punya
otoritas dalam peredaran film sudah menyatakan lolos sensor, kenapa masyarakat
masih mempermasalahkan dan meributkan?", ujar Ketua Setara Institut
Hendardi. Menurut Hendardi, sejak pilkada DKI ada fenomena saling curiga dalam
masyarakat. Terlebih jika itu berkait dengan isu SARA. "Apapun, tindakan
boikot atau petisi terhadap sebuah karya seni, itu tidak bisa dibenarkan. Lebih
baik, mereka yg menolak membuat film tandingan," ujarnya. Hendardi
menyatakan, kebebasan dalam berkarya tidak boleh dibatasi dan diintimidasi
dengan ajakan boikot. Meskipun belum terjadi demontrasi jalanan, apa yang
dilakukan sebagian masyarakat tersebut telah membuktikan adanya sikap-sikap
intoleran, introverr dan kepicikan dalan hidup bermasyarakat, imbuhnya. (Tim/LP)