Ramadhan Together, Recover Stronger

Kategori Berita

.

Ramadhan Together, Recover Stronger

Koran lensa pos
Rabu, 20 April 2022

 

                  M.Ramadhani*

Sudah beberapa hari ini, hujan saban sore terus mengguyur Kota Mataram. Di saat warga kota sibuk dan gelisah dengan tradisi ngabuburit Bulan Ramadhan. Kemacetan di sore hari di mana mana, tidak menyurutkan semangat para penjaja menu takjil menggelar dagangannya di lapak - lapak PKL. Hampir di sepanjang ruas jalan kota. Seberapapun yang laku terjual. Di saat harga minyak goreng, sembako dan BBM yang merangkak naik.  Seolah ada semangat dan energi lebih dari sekadar mencari recehan keuntungan. Menyediakan menu berbuka bagi yang berpuasa, dipersepsikan sebagai turut serta dalam melayani para pejuang perang melawan hawa nafsu. Sebuah motivasi spritualitas yang hanya ada di bulan Ramadhan. Pemerintah Kota Mataram pun seperti memberi ruang kelonggaran. Tidak ada satpol PP.  Semua menikmati euforia melandainya pandemi.  Meminjam tagline Presidensi G20 yang disebar di mana-mana: Recover Together, Recover  Stronger. 

Ramadhan tahun ini memang pantas dimaknai berbeda. Bahkan ada kesan euforia yang berlebihan.  Setelah dua musim Ramadhan dan lebaran idul fitri yang serba dibatasi. Shalat Taraweh berjamaah, buka bersama, apalagi tradisi mudik dilarang keras. Cegat sana, cegat sini. Pandemi yang hampir membuat kita semua, umat manusia seantero jagat, termasuk umat muslim  frustasi dan keputusasaan. Selalu muncul pertanyaan:  Kapankah pandemi akan berakhir?  Menurut data WHO per hari ini (17 April 2022), setidaknya 6,22 Juta nyawa meninggal. Banyak keluarga, anak, ibu bapak, dan kerabat dekat yang secara dramatis meninggal dalam waktu berdekatan. 
Masih teringat di Ramadhan tahun 2020 silam, penulis berjibaku dari pasar ke pasar tradisional untuk piket mengingatkan pedagang untuk memakai masker, membatasi jam berdagang,  dan mengatur jarak. Seperti melakukan hal yang sia-sia. Pagi dijaga, siang sembrawut lagi. Di ujung Ramadhan, jelang lebaran, giliran datang menghalau para pedagang di toko m-toko fashion di saat masyarakat tak tahan membeli baju lebaran. Seperti ada jam malam. Masyarakat sendiri seolah menjadi musuh. Dipaksa melakukan hal yang bertentangan dengan hati nurani.  Jadi amatlah wajar, Ramadhan kali ini kesabaran selama ini akhirnya terlampiaskan. Syukur Alhamdulilah, kita masih diberi umur dan kesempatan melewati pandemi ini dan bahkan kembali menemui Bulan Suci Ramadhan. Seperti menemukan cahaya setelah melewati goa panjang yang gelap gulita.  

Ramadhan  sebagai Momentum Titik Balik
Sebagai salah satu  ciri umat beriman adalah pandai bersyukur. Bila perlu, dinasehatkan oleh para alim ulama, mencari jalannya syukur.  Bersyukur, mulai dari nikmat yang kecil dan sederhana, terlebih pasca melewati cobaaan berat pasca pandemi. Ungkapan rasa syukur di samping dengan meningkatkan ibadah ritual (mahdoh) tentu juga diimbangi dengan ibadah sosial (ghoiro mahdoh). Sikap syukur diwujudkan untuk selalu optimis.  Islam mengajarkan agar manusia selalu optimistis memandang positif setiap jengkal kehidupan. Cerdas memaknai dan menciptakan apapun peristiwa sebagai momentum untuk bangkit dan menghidupkan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Termasuk Bulan Ramadhan.    
Tak terasa, Bulan Ramadhan tahun ini, 2022/ 1443 H telah berjalan separuh waktu. Umat Islam menyambut dengan semangat spiritual beribadah siang-malam mendekat Ilahi. Tidak ingin melewatkan waktu untuk meraih 5 sukses (puasa, mengisi malam tarawih, memperbanyak tadarus, menanti malam lailatul qadar, serta menunaikan kewajiban zakat fitrah).  Seluruh umat manusia pun membangun asa, termasuk bersama memperbaiki dan saling memperkuat mutu kehidupan sosial-ekonomi.
Karena itu, Ramadhan tahun ini adalah momen spesial membawa berkah bagi ekonomi nasional. Tidak hanya secara spiritual tetapi berkah secara ekonomi.  Bagi seluruh umat manusia. Bukan hanya semata mata umat muslim. Mengulang tulisan dua tahun silam, penulis menyampaikan momentum Bulan Suci Ramadhan memberikan “energi” dan jika dikaji secara ekonomi mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar. Inilah yang kemudian disebut  “Ramadhanomics”. 
Seorang ekonom dalam blognya menulis artikel Stimulus Bulan Suci Ramadhan dalam pola konsumsi.  Shelina Janmohamed, penulis buku Generation M: Young Muslims Changing the World, menyimpulkan bahwa bulan Ramadhan mengubah keseluruhan gaya hidup yang membawa dampak ekonomi positif. Janmohamed, konsultan pemasaran Ogilvy Noor, dalam risetnya, “The Great British Ramadan”, memperkirakan kenaikan permintaan 200 juta poundsterling setiap Ramadhan yang meliputi pembelian financial planning dan asuransi, makanan, baju, mainan, dan berbagai hadiah. Penguatan ekonomi terjadi karena Ramadhan acap diistilahkan sebagai strong economic driver. Walau kebanyakan sedang berpuasa, rumah tangga tak mengurangi belanja konsumsi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga 2021 tumbuh 2,02 persen setelah tahun lalu minus 2,63 persen akibat pandemi. 
Jangan lupa pula, fenomena budaya mudik. Tahun ini diperkirakan mencatat rekor tertinggi, setelah 2 tahun dibatasi. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memperkirakan jumlah pemudik pada Lebaran 2022 meningkat menjadi 85,5 juta orang. Angka tersebut didapat dari survei mudik Lebaran 2022 ketiga yang dilaksanakan Balitbang Kemenhub setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan diperbolehkan mudik Lebaran. Pada survei kedua jumlah pemudik 79,4 juta dan survei pertama hanya 55 juta orang. Artinya, prediksi jumlah pemudik mengalami perubahan setelah masyarakat mengetahui pemerintah memperbolehkan mudik Lebaran.
Presiden Jokowi dalam press release-nya menyebut angka kendaraan roda empat diperkirakan mencapai sebanyak 238 ribu atau naik 59 persen dibandingkan realisasi periode sama tahun lalu sebanyak 149 ribu unit. Adapun truk logistik diperkirakan mencapai 181 ribu unit atau naik 24 persen dibandingkan realisasi tahun lalu sebanyak 146 ribu unit. Sehingga total seluruh kendaraan diperkirakan mencapai 582 ribu unit atau naik 44 persen dibandingkan realisasi periode sama tahun lalu sebanyak 403 ribu unit.

Secara hitungan ekonomi sederhana, jika saja jumlah pemudik lebaran 2022 memakai asumsi angka diprediksi terendah yaitu 55 juta orang, dan  satu orang membawa Rp. 2.000.000,- untuk transportasi saja, maka total uang yang beredar Rp. 110 Triliun. Ini belum termasuk lagi sedikit rejeki yang perlu disiapkan untuk tradisi berbagi “hol” (istilah suku sasak untuk sekedar berbagi uang receh dan amplop buat sanak saudara di kampung).  Sebuah angka yang luar biasa. 
G-20, Melanjutkan dan Mempeluas Momentum untuk Bangkit
Dimulai dari even MotoGp Mandalika yang sukses, disambut dengan Bulan Suci Ramadan yang mulai semarak, lalu ada momentum  Indonesia mendapatkan kepercayaan memegang Presidensi G20 Tahun 2022. Meski diselingi oleh demo isu-isu penundaaan Pemilu atau Presiden 3 Periode, presidensi G-20 dimaknai sebagai ikhtiar unutk melanjutkan dan memperluas momentum untuk bangkit dari pandemi.  Dengan mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” atau “Pulih Bersama, Bangkit Perkasa”. Mulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022 mendatang.  Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi menjelaskan, ini tentunya merupakan kepercayaan, tetapi pada saat yang sama juga merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi Indonesia, Indonesia berkomitmen bahwa Presidensi Indonesia akan memberikan dampak positif tidak saja bagi seluruh rakyat Indonesia tetapi juga bagi dunia.   Pertanyaannya, apa manfaatnya buat masyarakat Indonesia? 

Melalui tema ini, Indonesia mengajak seluruh dunia untuk bersama-sama mencapai pemulihan yang lebih kuat dan berkelanjutan. Semakin terintegrasinya perekonomian global, keberhasilan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi di suatu negara tidak akan dapat bertahan lama apabila tidak diikuti oleh keberhasilan yang sama di negara-negara lain. Melalui forum G20 tersebut, Indonesia berkesempatan mendorong upaya kolektif dunia mewujudkan kebijakan yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi global secara inklusif.
Sebagai pemegang mandat presidensi G20 tahun 2022 dengan tema besar ”Recover Together, Recover Stronger”, pemerintah harus mampu mewujudkannya bagi masyarakat Indonesia, di samping masyarakat dunia. 
Ramadhan dan G-20 tahun 2022 menjadi momentumnya. Jangan sampai pasca pandemi ini kita kehilangan momentum untuk pulih dan bangkit.  Sekecil apapun peluang dan momentum itu. Dan ini adalah salah satu cara mencari jalan unruk mensyukuri nikmat Allah SWT.  Memperkuat fondasi ekonomi dan stabilitas nasional sebelum kita 2 tahun ke depan : 2023-2024,  kembali memasuki tahun 2023-2024 yang penuh dengan gonjang ganjing politik. 
Semoga kita masih menemui Ramadhan tahun - tahun mendatang, karena Bulan Ramadhan selalu hadir menjadi titik nol keseimbangan dalam hiruk pikuk kehidupan yang fana ini…

*M.Ramadhani,  adalah Pengurus DPW LDII NTB, saat ini mengambil Program Doctoral di FEB- UB