Iksan : Kemitraan Kehutanan Belum Sesuai Harapan

Kategori Berita

.

Iksan : Kemitraan Kehutanan Belum Sesuai Harapan

Koran lensa pos
Selasa, 24 Agustus 2021

 

      Iksan, SP, Pendamping Rehabilitasi Hutan BKPH                 TOPASO

Dompu, koranlensapost.com - Program Kemitraan Kehutanan sejatinya adalah upaya pemerintah untuk merehabilitasi hutan dengan menjalin kerjasama bersama kelompok masyarakat. Perlu digarisbawahi bahwa program rehabilitasi ini adalah di wilayah hutan yang telah dirambah atau telah mengalami kerusakan, bukan mengelola kawasan hutan yang masih utuh.

Penegasan itu disampaikan oleh Pendamping Rehabilitasi Kehutanan Balai Kesatuan Pengelolaan Kehutanan (BKPH) Toffo Pajo Soromandi, Iksan, SP.

Iksan mengatakan bahwa program kemitraan dilakukan oleh pemerintah dengan memberdayakan kelompok tani setempat bertujuan membangun kesadaran masyarakat untuk bersama menjaga wilayah hutan. Apalagi dengan keterbatasan anggaran rehabilitasi, maka pemerintah tidak mampu untuk melakukan sendiri tanpa kemitraan dengan masyarakat lokal. 

"Mengingat keterbatasan anggaran, sehingga KPH menggandeng masyarakat untuk berswadaya melakukan penanaman," ujarnya.


Dikemukakannya pemerintah berkeinginan melalui program kemitraan ini, masyarakat setempat bisa berswadaya dalam mengelola dan merehabilitasi hutan dan hasilnya akan dimanfaatkan sendiri.

"Persemaian permanen (di Desa Soriutu Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu,red) menyiapkan bibit bagi masyarakat dan pengambilannya secara swadaya oleh masyarakat sendiri dan kemudian menanamnya di lokasi kemitraannya masing-masing," jelas Iksan.

Jenis bibit yang ditanam di lokasi kemitraan adalah pepohonan yang bisa dimanfaatkan buahnya seperti nangka, mangga, kemiri, jambu mete dan lainnya. Bisa juga ditanami sejenis porang, kunyit, jahe, maupun cabe di bawah tegakan pohon.

"Kemitraan itu bukan untuk merusak hutan yang masih ada tetapi adalah merehabilitasi hutan yang sudah dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ditanami dengan pohon yang bermanfaat, hasilnya bisa dinikmati sendiri cuma Kementerian Kehutanan mengharapkan mereka membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ," terangnya.

Dikatakannya pengelolaan hutan dalam program kemitraan ini, BKPH sebagai fungsi pembinaan disebut pihak I (pertama), sedangkan Kelompok Tani sebagai pihak II (kedua). 
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan BKPH TTofffi Pajo Soromandi, bahwa pelaksanaan program kemitraan belum sesuai harapan. Kelompok tani belum sepenuhnya melaksanakan sbagaimana yang tertuang dalam Nota Kesepahaman Kerjasama (NKK).


Terkait dengan hal tersebut, maka dalam beberapa hari ke depan BKPH Toffo Pajo Soromandi (TPS) akan mengeluarkan imbauan keras kepada kelompok tani yang melakukan pengelolaan  dalam kawasan hutan baik yang sudah dimitrakan maupun yang belum dimitrakan.

"Kami dari KPH akan memberikan waktu paling lama 2 (dua) tahun untuk memulihkan kembali hutan yang telah mengalami kerusakan. Apabila ada yang tidak mengindahkan maka izinnya akan ditinjau kembali. Tetapi bagi masyarakat yang mau melakukan rehabilitasi kembali tetap akan diberikan hak pengelolaan sesuai dengan bunyi Nota Kesepahaman atau NKK," tegasnya.

Iksan menerangkan bahwa berdasarkan NKK setiap petani mestinya harus menanam 400 (empat ratus) pohon tanaman kehutanan per hektar dan memeliharanya sampai hidup dan tumbuh besar. Namun dalam pelaksanaannya masih diberikan kelonggaran lagi meski kurang dari jumlah tersebut.

"Kalau mereka bisa menanam tanaman kehutanan 50 pohon saja cukup asalkan dirawat sampai besar ditambah lagi dengan porang, kunyit, jahe, dan lain-lainnya," urainya.


Dikatakannya program jagung di satu sisi berdampak pada peningkatan ekonomi, tetapi di sisi lain membawa dampak pula pada kerusakan ekologi (lingkungan) karena masyarakat semakin merambah wilayah hutan untuk memperluas areal penanaman jagung. Karena itu program kemitraan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh masyarakat sebagai upaya untuk mengembalikan kondisi hutan. (emo).