Kakanwil Kemenang NTB Ajak Masyarakat Tawadhu' dalam Beragama

Kategori Berita

.

Kakanwil Kemenang NTB Ajak Masyarakat Tawadhu' dalam Beragama

Koran lensa pos
Selasa, 13 Juli 2021



Mataram, koranlensapost.com - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat, Dr. KH. Muhammad Zaidi Abdad MA mengajak kepada warga NTB untuk tawadhu' (rendah hati) dalam melaksanakan ajaran agama. Orang yang tawadhu' maka rahmat Allah menyertainya dan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.

Taushiah itu disampaikan Kakanwil saat membuka kegiatan Temu Konsultasi Penanganan Paham Keagamaan yang dilaksanakan di Hotel Lombok Plaza  Mataram, Senin (12/7/2021).

"Wamaa tawadho'a ahadun lillah illaa rofa'ahullah barang siapa yang senantiasa tawadhu' maka Allah akan mengangkat derajatnya," jelas Kakanwil seraya menyebutkan salah satu hadits Rasulullah SAW.

Dikemukakan Kakanwil, orang yang memiliki hati yang tawadhu', maka akan menjadi pribadi yang santun, bisa saling tasamuh (toleransi) dan saling menghargai kendati ada perbedaan-perbedaan.
"Kadang-kadang orang kalau sudah memiliki ilmu pengetahuan agama maupun sains yang tinggi akan memunculkan perasaan hebat dalam dirinya bahkan bisa berakibat menyalahkan dan merendahkan orang atau kelompok lain. Ini karena tidak memiliki hati yang tawadhu'," tuturnya.

Oleh sebab itu, lanjutnya sikap tawadhu' harus senantiasa ada dalam diri setiap insan yang beriman agar dirinya tetap menjadi pribadi-pribadi yang santun dan bisa saling menghargai satu sama lain. Ketinggian ilmu tidak akan membuat seseorang merasa lebih dari orang lain bila memiliki sikap dan hati yang tawadhu'. Bahkan justru akan membuatnya semakin santun dan moderat dalam menyikapi perbedaan. 

Kakanwil kemudian menegaskan bahwa para asatidz, ulama, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat hendaknya memiliki sikap tawadhu' agar dapat memberikan kesejukan dan kedamaian di tengah-tengah masyarakat. Rasulullah SAW telah memberikan keteladanan dalam sikap tawadhu' dalam mendakwahkan ajaran agama Islam yang rahmatan lil alamiin seperti difirmankan oleh Allah SWT dalam Surah Al Anbiya' ayat 107.


Dikatakannya pula sikap tawadhu', santun dan menghargai perbedaan juga ditunjukkan oleh salah satu guru besar di negeri ini, yakni Prof. KH. Quraisy Syihab 

"Beliau guru besar kita semua, seorang mufassir, hafidz, dan guru besar. Dihujat apa pun beliau selalu moderat. Beliau tidak pernah menjelekkan orang. Saya salut dan respek dengan beliau. Kalau seperti beliau banyak di komunitas masyarakat kita, maka akan muncul cahaya-cahaya (nur) Ilahiyah karena bisa menentramkan dan memberikan kesejukan," ungkap Kakanwil.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa dalam sejarah kehidupan manusia sejak Nabi Adam Alaihissalaam sampai hari kiamat tidak akan pernah sama alias selalu ada perbedaan. 
Ia mencontohkan kedua putera Nabi Adam AS yaitu Habil dan Qobil juga berbeda sampai terjadi pembunuhan. 
Perbedaan itu terus berkelanjutan sampai zama para Nabi dan Rasul berikutnya hingga kini dan seterusnya.

"Perbedaan-perbedaan itu pasti ada dalam sejarah kehidupan manusia," ujarnya seraya mengutip Firman.Allah dalam Al-Qur'an Surah Huud ayat 118 dan 119.yang terjemahannya "jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.

"Jangankan berbeda agama, dalam satu agama saja pasti terjadi perbedaan di dalam memahami ajaran agama. Karena itu diperlukan sikap tawadhu', tasamuh, dan saling menghargai. Masalah pemberlakuan PPKM yang dilakukan oleh pemerintah saat ini saja ada perbedaan pendapat di antara para ustadz kita," ucapnya.

Dijelaskan Kakanwil perbedaan pendapat di kalangan para ulama bukan saja terjadi saat ini tetapi sejak dulu. Sehingga tidak heran dalam konsep fikih ada istilah ba'dhul ulama' (sebagian ulama' berpendapat) dan ittifaaqul ulama' (para ulama' bersepakat) dalam hal-hal tertentu. Menurutnya masalah 
Ushul (pokok agama) semua ulama bersepakat (tidak ada perbedaan pendapat). Tetapi yang kerap menjadi ikhtilaf (perbedaan) adalah masalah Furu' (cabang dari pokok agama).

"Oleh sebab itu tugas kita bersama adalah memberikan kesejukan di tengah masyarakat untuk saling tasamuh, saling menghargai perbedaan karena ikhtilaafu ummati rohmah perbedaan di tengah umat adalah rohmat. Perbedaan ini bila tidak di-manage dengan baik maka yang terjadi adalah perpecahan. Itu sebabnya tugas kita mengawal itu semua. Tokoh agama, para asatidz juga diharapkan bisa mengawal kekompakan dan mengawal keberagaman ini sehingga tidak terjadi perpecahan di antara kita," pintanya.

Ditegaskan Kakanwil bahwa perbedaan itu adalah suatu keniscayaan namun harus tetap saling menghargai dan tasamuh. Tidak boleh menyalahkan yang lain apalagi mengkafir-kafirkan kepada yang lain. Karena semua pengamalan akan berpulang pada diri masing-masing dan akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT di akhirat kelak.

"Semua pekerjaan dan amalan kita akan berpulang kepada kita. Kita akan kembali kepada Allah dan mempertanggungjawabkan apa yang kita lakukan di dunia ini," urainya panjang lebar sembari mengutip Firman Allah dalam Al-Qur'an Surah As-Syuro' ayat 15.


Dilanjutkan Kakanwil bahwa kondisi ketidaknyamanan yang terjadi di sejumlah negara akibat tidak saling menghargai perbedaan cukup menjadi contoh sebagai pelajaran berharga dan tidak boleh terjadi di Bumi Nusantara. 

"Dalam beribadah kepada Allah sangat dipengaruhi oleh kondisi yang aman. Kalau aman, nikmat kita beribadah. Kalau kondisi berkecamuk maka tidak tenang dalam beribadah. Kalau saling menghargai, saling tasamuh (toleransi) kita enak beribadah," pesannya.


Dikatakannya Indonesia yang majemuk dengan tingkat heterogenitas yang sangat tinggi dengan berbagai macam agama, budaya, suku, dan bahasa yang berbeda-beda tetapi tetap saling menghargai dan saling menghormati adalah sebuah karunia yang luar biasa dan harus dijaga bersama agar terus berkelanjutan hingga di masa-masa mendatang. Karena itu diperlukan adanya kebersamaan untuk mewujudkan semua itu.

"Tidak mungkin kita akan mampu menyelesaikan segala problematika sosial di negeri yang luas dan majemuk ini hanya ditangani oleh satu kelompok saja saja tetapi juga dibutuhkan sinergi dan kebersamaan semua elemen. Mudah-mudahan pertemuan ini memberikan secercah harapan kita untuk membangun kebersamaan masyarakat kita ini dengan penuh kedamaian, keharmonisan, saling menghargai dan tasamuh," harapnya seraya mengingatkan peserta untuk tetap menjaga imunitas tubuh du tengah pandemi Covid -19 ini.

Sebelumnya Ketua Panitia H. Saiful Hamdani, S. Ag dalam laporannya menyampaikan bahwa kegiatan ini sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka menyamakan visi dan persepsi dalam penanganan paham keagamaan. Begitu pentingnya pertemuan tersebut sehingga tetap dilaksanakan meski pemerintah telah menetapkan PPKM. Karena itu kegiatan tersebut dilaksanakan dengan  mengacu pada protokol kesehatan secara ketat. Peserta dibatasi hanya 3 (tiga) orang setiap kabupaten/kota yaitu Kasi Bimas Islam Kementerian Agama, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabupaten/kota dan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kabupaten/kota atau yang mewakili.. Seluruh peserta wajib membawa surat keterangan vaksinasi dan hasil swab atau tes antigen.
Selama pelaksanaan kegiatan semua peserta wajib memakai masker, menggunakan handsanitizer dan posisi duduk diatur dengan menjaga jarak aman. Karena bersamaan dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), maka kegiatan di malam hari juga ditiadakan. Kegiatan hanya dibatasi pada siang hari saja dengan prokes ketat. Tidak ada saling berjabat tangan maupun foto bersama sebagaimana biasanya dalam kondisi normal. 
Narasumber kegiatan tersebut dari MUI NTB, Kejati NTB dan Kabinda NTB. (emo).








1