Bima,
koranlensapos.com**Kasus dugaan penggelapan dan penyerobotan
tanah warga oleh Pemerintah Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat, mendapat
reaksi keras dari Sulaeman Suu selaku ahli waris Marga/Keret Suu. Seperti yang
dilansir di online fokusjurnal.com, bahwa Keluarga yang merasa dirugikan kemarin
mendatangi Mabes Polri untuk mengadukan Bupati Sorong sebagai perpanjangan
tangan Pemerintah Pusat. Pasalnya, lahan seluas 35.000 hektar yang ditempati
oleh warga transmigrasi sejak tahun 1978 kini diserobot secara paksa oleh
Pemerintah Kabupaten Sorong. Sulaeman Suu selaku ahli waris tanah adat yang
terletak di daerah petuanan Adat Suku Moi/Marga Keret Suu, Kelurahan
Jamaimo, Distrik Mariyat, Kabupaten Sorong, membantah telah memberikan
pelepasan tanah adat kepada siapapun. “kami sebagai ahli waris tanah adat
Marga/Keret Suu, menegaskan bahwa orang tua kami tidak pernah
menandatangani maupun melepaskan tanah adat itu kepada siapapun
termasuk pemerintah. Tentu dalam hal ini kami merasa dirugikan, dan kami akan
menuntut ganti rugi sebesar 35 triliun kepada pihak pemerintah,” tegas Sulaeman
Suu.
Atas dasar itu, lanjut Sulaeman Suu,
dirinya datang ke Jakarta agar kasus ini dapat terselesaikan. “Saya datang
jauh-juah dari Papua ke Jakarta, untuk mengadukan Bupati Sorong sebagai perpanjangan
tangan pemerintah pusat atas penyerobotan dan perampasan tanah adat
kami,”terang Sulaeman Suu kepada wartawan,di Mabes Polri, Kamis kemarin. Menurutnya,
Negara ini adalah Negara hukum, tidak ada satu orang pun di Negara ini yang
kebal terhadap hukum. “Sebagai kepala daerah yang baik, harusnya sadar dan
taat kepada hukum. upaya-upaya sudah kami lakukan dengan mediasi
namun bupati tidak hadir di pengadilan, Agar kasus ini dapat terang
benderang.,” geram Sulaeman Suu yang didampingi oleh kuasa hukumnya Markus
Souissa,SH.
Sementara itu, Markus Souissa,SH,
menyatakan apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah kabupaten Sorong sudah
menyalahi prosedur. “Klien kami tidak pernah memberikan pelepasan tanah itu
kepada pemerintah untuk di jadikan tanah transmigrasi. Artinya ini sama saja
ada unsur pidana atas penyerobotan dan penggelapan terhadap kasus ini. Untuk itu
kami mengadukan hal ini kepada instansi terkait di Jakarta,” papar pria
berbadan tinggi ini, di Mabes Polri. Ia menjelaskan, tanggal
25 Januari 2018 kami telah melayangkan gugatan perdata atas kasus ini di
Pengadilan Negeri Sorong terhadap Bupati. Namun Bupati tidak menghadiri mediasi
tersebut dan terkesan tidak mau menyelesaikan kewajibannya terhadap tanah adat
hak Marga/Keret Suu. “Kami sangat menyayangkan sekali kepada bupati yang tidak
dapat menghadiri panggilan pengadilan. Dan ini sama saja tidak menghargai
sebagai lembaga penegak hukum di negeri ini. Mediasi ini sudah tiga kali
pertemuan dilakukan di pengadilan, namun tidak ada itikad baik dari Bupati untuk
menyelesaikan masalah ini. Padahal di Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun
2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dan itu sudah sangat jelas sekali
dipaparkan.”pungkas Max sapaan akrabnya. Selain Mabes Polri, Sulaeman Suu juga
mengadukan kasus ini kepada Presiden Republik Indonesia, Kementrian
Transmigrasi, Kementrian Dalam Negeri, Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia. (Skr/ Yn)